Ilustrasi: Pergerakan pasar saham. (Foto: Erman Subekti)
Jakarta – Dilantiknya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 dinilai akan memberikan efek domino ke pasar saham Indonesia. Ini tak lepas oleh kebijakan proteksionis yang direncanakan oleh Trump.
Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, mengatakan bahwa, kebijakan proteksionis Trump diperkirakan akan menghambat pertumbuhan pasar saham Indonesia melalui beberapa mekanisme.
Ancaman itu berasal dari peningkatan tarif terhadap negara-negara anggota BRICS, termasuk Indonesia, dapat memicu perang dagang yang memiliki dampak besar pada perekonomian global.
“Dengan adanya tarif yang lebih tinggi, ekspor Indonesia ke AS bisa mengalami penurunan yang signifikan, khususnya di sektor manufaktur yang sangat bergantung pada pasar luar negeri seperti furnitur, ban karet, alas kaki,” ucap Hendra kepada Infobanknews di Jakarta, 21 Januari 2025.
Lalu, menurutnya dengan penurunan permintaan dari AS dapat menyebabkan penurunan pendapatan bagi perusahaan di sektor-sektor tersebut, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kinerja pasar saham domestik.
Baca juga: Analis Sebut Pelantikan Trump Bawa Dampak Positif ke Pelaku Pasar
Hendra menuturkan, kebijakan proteksionis Trump tentunya akan berdampak kepada sektor komoditas. Terlebih, Indonesia merupakan salah satu eksportir utama batu bara dan minyak sawit, diyakini akan mengalami tekanan harga komoditas energi dengan meningkatkan produksi domestik.
Penurunan harga komoditas global ini akan berdampak langsung pada pendapatan perusahaan-perusahaan di sektor ini, menekan laba bersih dan harga saham mereka.
“Oleh karena itu, kebijakan Trump ini memiliki potensi untuk menciptakan tekanan yang luas di pasar saham Indonesia, terutama jika perang dagang benar-benar meletus dan permintaan global terhadap komoditas Indonesia menurun,” imbuhnya.
Tidak berhenti di situ, dampak dari kebijakan tersebut juga dapat dirasakan oleh sektor perbankan. Sektor perbankan rentan terhadap ketidakpastian global, meskipun saat ini mengalami peningkatan minat dari investor asing.
Peningkatan minat itu ditopang oleh penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) yang memang memberikan angin segar bagi sektor perbankan, karena dapat meningkatkan kapasitas pinjaman dan mendorong pertumbuhan kredit.
“Namun, jika ketidakpastian global meningkat akibat kebijakan Trump, investor asing bisa saja kembali menarik dananya dari pasar Indonesia, termasuk dari saham-saham perbankan yang saat ini menjadi favorit mereka,” ujar Hendra.
Hendra menyebut, jika perang dagang antara AS dan China kembali memanas, Indonesia bisa terkena imbasnya, mengingat China adalah salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
Dengan melemahnya ekonomi China akibat perang dagang dapat menyebabkan penurunan permintaan komoditas dari Indonesia, yang pada akhirnya dapat berdampak pada sektor-sektor terkait seperti pertambangan dan perkebunan.
Oleh karena itu, meskipun saat ini ada beberapa faktor positif yang mendukung pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tantangan global yang dipicu oleh kebijakan Trump tidak bisa diabaikan begitu saja.
Baca juga: Usai Trump Dilantik, Mandiri Sekuritas Sebut Pasar Saham RI Lebih Tenang
Berdasarkan hal di atas, pergerakan IHSG masih akan dipengaruhi oleh dinamika global dan domestik, di mana dukungan dari kebijakan domestik yang pro-pasar sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas dan menarik lebih banyak investasi asing.
Menurut Hendra, Pemerintah dan otoritas moneter perlu terus memantau situasi global dengan seksama dan siap untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi perekonomian, serta pasar keuangan Indonesia dari dampak negatif yang mungkin timbul dari kebijakan luar negeri AS.
“Dengan demikian, IHSG berpotensi untuk kembali ke level psikologis 7.200 jika sentimen positif domestik terus diperkuat dan ketidakpastian global dapat dikelola dengan baik,” tambahnya.
Lanjutnya, kenaikan IHSG saat ini memang lebih didorong oleh faktor domestik, seperti optimisme terhadap penurunan suku bunga dan kinerja positif beberapa emiten besar.
Adapun, investor asing terlihat mulai menunjukkan minat pada saham-saham big banks BUMN, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), yang dalam tiga hari terakhir mencatatkan net buy.
“Ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakpastian global, fundamental ekonomi Indonesia yang relatif kuat tetap menjadi daya tarik utama. Stabilitas makroekonomi, inflasi yang terkendali, dan kebijakan moneter yang akomodatif membuat pasar saham Indonesia tetap menarik bagi investor asing,” kata Hendra.
Valuasi saham perbankan BUMN yang relatif menarik juga menjadi alasan lain mengapa minat asing meningkat. Namun, situasi ini bisa berubah dengan cepat jika kebijakan proteksionis Trump mulai diterapkan, yang dapat menyebabkan volatilitas yang lebih tinggi di pasar saham Indonesia. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More