Mengedukasi nasabah juga menjadi tanggungjawab perbankan untuk meningkatkan keamanan bertransaksi. Ria Martati
Jakarta–Keamanan, kenyamanan, kecepatan, dan keandalan bertransaksi menjadi idaman nasabah bank. Oleh karena itu bank dengan dukungan teknologi informasi terus melakukan inovasi layanan untuk nasabahnya. e-banking merupakan salah satu channel transaksi perbankan yang saat ini tengah berkembang pesat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, penggunaan electronic banking tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, tercatat frekuensi transaksi 3,79 miliar transaksi, kemudian meningkat 4,73 miliar pada 2013, dan 5,69 miliar pada 2014. Sementara volume penggunaan electronic banking meningkat dari Rp4441 triliun pada 2012 menjadi Rp5.495 triliun pada 2013 dan meningkat lagi pada 2014 menjadi Rp6.447 triliun.
Namun, peningkatan penggunaan electronic banking di masyarakat ternyata diikuti dengan peningkatan kejahatan perbankan (fraud). OJK mencatat nilai kerugian dalam penyalahgunaan e-banking pada semester pertama 2014 mencapai total Rp23 miliar dan meningkat pada semester pertama 2015 ini menjadi Rp23,3 miliar.
Namun terjadi perubahan tren, jika pada semester 1 2014, penyalahgunaan menelan kerugian terbesar di ATM yaitu Rp13 miliar, pada semester pertama 2015 turun menjadi Rp2 miliar. Sedangkan pada e-banking, selama semester I-2015, tingkat fraud tetap sebesar Rp4 miliar sama seperti periode sama tahun lalu. Sedangkan kerugian karena penyalahgunaan kartu kredit naik 88,9% dari Rp9 miliar menjadi Rp17 miliar. Sementara kerugian akibat penyalahgunaan sms banking, mobile banking dan e-commerce turun dari Rp1 miliar pada semester I-2014 menjadi Rp300 juta pada semester I-2015.
Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Perbankan I Irwan Lubis mengatakan, kendati ada kenaikan fraud tiap tahunnya, namun transaksi e-banking di Indonesia dinilai masih aman. Dia membandingkan dengan negara tetangga, Australia yang mencatat nilai kerugian e-banking pada 2014 mencapai Rp2,8 triliun atau mencapai 0,02% dari total transaksi e-banking di Australia tahun 2014 yang mencapai Rp18.445 triliun. Sementara di Indonesia total kerugian e-banking pada 2014 mencapai Rp38,3 miliar atau 0,0059% dari total transaksi e-banking. Kendati demikian, ia tetap mengingatkan perbankan untuk meningkatkan kehati-hatian.
“Di e-banking secara standard operational procedure harus dilakukan dengan baik, dan bila perlu dilakukan review/ stres test untuk menguji delivery masing-masing,” kata dia dalam Seminar Nasional Dan Peluncuran Buku Bijak Ber-e Banking di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 14 September 2015.
Selain itu, ia mengatakan OJK juga akan menyempurnakan aturan tentang penerapan manajemen risiko pada sistem teknologi informasi perbankan. Saat ini, berbagai beleid telah ditetapkan untuk menjamin keamanan bertransaksi e-banking, misalnya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 5/8/PBI 2003 dan PBI No 11/25/PBI/2009 yang mewajibkan bank menyampaikan laporan rencana dan realisasi penerbitan produk dan aktivitas baru, termasuk e-banking. Kemudian PBI dan SE BI manajemen risiko dalam penyelenggaraan TI bank umum. Ke depan, OJK juga akan me-review tentang batasan transaksi dan fitur yang diperbolehkan digunakan dengan e-banking. Pasalnya, menurut Irwan masih ada sebagian masyarakat yang belum teredukasi dengan baik sehingga menyebabkan potensi fraud lebih besar.
“Internet banking biasanya lebih mudah kena fraud, dan yang transaksi lewat internet banking ini biasanya punya saldo besar. Ke depan perlu dipikirkan tidak semua yang diberikan internet banking diberikan semua fasilitas, bisa saja kita kasih hanya untuk lihat saldo, tapi untuk saldo lebih tinggi bisa lebih banyak fitur,” kata dia.
Sementara itu, bank dengan aset terbesar di Indonesia yaitu PT Bank Mandiri, Tbk Budi Gunadi Sadikin mengaku, level kejahatan perbankan di Mandiri masih normal kendati ada kecenderungan kenaikan. Pasalnya, jumlah transaksi juga meningkat.
“Mandiri ada patokan kalau bisa di bawah 10 bps dari nilai transaksi, selama itu masih disitu itu masih dalam kondisi normal,” kata dia. Menurutnya, prinsipal kartu seperti Visa dan MasterCard saja nilai kerugiannya bisa mencapai 15 hingga 20 basis poin dari transaksinya. Kendati dalam level normal, ia meminta nasabah untuk tetap berhati-hati dalam bertransaksi e-banking.
“Hati-hati dengan password, antivirusnya di-update. Misal dia mau transaksi e-bank pakai token, terus ada singkronisasi dia minta lagi (password), itu isinya dia itu sudah di-hacked sama orang,” kata Budi
Budi Raharjo, Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) mengungkapkan upaya edukasi sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya menjaga keamanan, dari hal sederhana seperti tidak menyebarkan password atau PIN.
“Mungkin bisa sama-sama, asosianya menerbitkan film atau apa, mengedukasi nasabah baik koran, film, radio atau apa untuk menjaga keamanannya sendiri. Itu harus ada dan dilakukan terus,” kata dia. (*)