Jakarta – Kasus dugaan hilangnya dana nasabah di rekening Bank Tabungan Negara (BTN) belum mencapai titik temu penyelesaian. Beberapa nasabah yang mengaku dananya hilang masih terus berusaha agar dananya bisa kembali. Sementara, BTN tetap berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan. Jadi, siapa yang mesti bertanggung jawab?
Kedua pihak sejatinya sudah beberapa kali bertemu. Puncaknya, nasabah membawa massa melakukan aksi demonstrasi di kantor pusat BTN. Mereka mendesak BTN untuk memberi ganti rugi. Sementara pada pertemuan itu, manajemen BTN mempersilakan nasabah menempuh jalur hukum untuk mencari solusi final. Sebab, BTN membutuhkan putusan hukum atau perintah pengadilan sebelum melangkah lebih jauh, termasuk mengganti rugi.
Seperti diketahui, kasus dugaan hilangnya dana nasabah BTN ini bermula dari tawaran investasi oleh oknum karyawan BTN bernisial ASW dan SCP. Oknum yang sudah diputus bersalah dan masuk penjara ini menawarkan penempatan dana dengan iming-iming imbal hasil 10% per bulan atau 120% per tahun.
Banyak nasabah menerima tawaran bunga tinggi itu. Padahal, ada kejanggalan dengan tingginya bunga yang ditawarkan. Sebab, bunga KPR BTN saja hanya di kisaran 10%-12% per tahun. Deni Daruri, pengamat bank dari Centre for Banking Crisis (CBC), menduga ini adalah investasi bodong yang kebetulan dilakukan karyawan bank.
“Dari awal sudah aneh. BTN saja jual produk KPR bunganya 13% per tahun. Masak BTN mencari dana dari publik dengan bunga 10% per bulan. Di mana akal sehatnya? Sesuatu yang tidak logis,” ujarnya.
Kasus ini mulai terbongkar ketika imbal hasil yang dijanjikan ASW mulai tersendat sejak Januari 2023. ASW bahkan tidak bisa dihubungi, sehingga nasabah melapor ke BTN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BTN kaget dengan laporan itu karena tidak pernah sekalipun menawarkan produk simpanan berbunga 10% per bulan.
BTN lalu menindaklanjuti dengan membuat laporan ke aparat kepolisian. Akhirnya, ASW dan SCP ditangkap dan disidang serta vonis masing-masing 6 tahun dan 3 tahun penjara.
Meski ASW dan SCP sudah ditetapkan bersalah dan menjadi narapidana, namun dana nasabah tidak serta-merta kembali ke nasabah. Pihak BTN menilai, investasi yang ditawarkan pelaku di luar tanggung jawab korporasi, karena di BTN tidak ada program investasi dengan imbal hasil 120% per tahun itu.
Pihak nasabah tidak menerima argumentasi BTN. Sebab, mereka mengaku secara resmi membuka rekening di BTN untuk ikut serta dalam program investasi yang ditawarkan ASW.
Menurut Gregorius Upi, pengacara empat nasabah yang dananya hilang belasan miliar, hal itu dibuktikan dengan adanya buku rekening BTN dan salinan rekening koran. “Rekening nasabah masih aktif hingga sekarang, karena penutupan rekening kan harus atas persetujuan nasabah sendiri,” ujar Gregorius Upik kepada Infobanknews di Jakarta.
Menurut Gregorius, kliennya tertarik untuk ikut program investasi tersebut karena sudah mengenal ASW cukup lama. Bahkan, pada tahun 2021, kliennya membeli bangunan properti milik BTN di Sawah Besar bernilai puluhan miliar melalui ASW. Sehingga, kliennya percaya dengan tawaran investasi yang ditawarkan ASW.
“Kita percaya kepada ASW karena dia pegawai resmi BTN. Kita tidak melihat iming-iming bunga 10% itu, tapi lebih karena trust kepada BTN,” ujar Gregorius.
Atas dasar kepercayaan itulah, kata Gregorius, kliennya membuka rekening di BTN. Data pembukaan rekening sudah sesuai dengan data KTP dan NIK klien. Namun, ada pemalsuan tanda tangan, alamat email, dan nomor kontak yang diduga dilakukan oleh ASW.
Ketika ditanyakan apakah nasabah pernah mengecek rekening atau mengonfirmasi ke BTN untuk memvalidasi tawaran dari ASW, menurut Gregorius sejak pembukaan rekening kliennya tidak mengecek rekening.
Sementara itu, terkait tuntutan untuk mengembalikan dana nasabah yang ikut investasi yang ditawarkan ASW, BTN belum bisa memenuhi.
“Di BTN tidak ada program investasi dengan imbal hasil 10% per bulan atau 120% per tahun. Itu tidak mungkin, karena bunga KPR BTN saja di kisaran 10%-12% per tahun, bukan per bulan,” ujar Ramon Armando, Corporate Secretary (Corsec) BTN kepada Infobanknews.
Menurut Ramon, agar kasus seperti itu tidak terulang lagi, calon nasabah harusnya hati-hati jika ada tawaran investasi dan sejenisnya dengan iming-iming imbal hasil yang tidak rasional. Nasabah juga bisa melakukan pengecekan ke kantor cabang atau kantor pusat jika mendapat tawaran investasi seperti itu.
“Pun untuk pembukaan rekening, sesuai prosedur yang ditetapan Otoritas Jasa Keuangan, nasabah harus melakukan sendiri, termasuk menjaga kerahasiaan identitas pribadi dan nomor PIN,” ujarnya,
Terkait dengan tuntutan nasabah agar dananya bisa kembali, menurut Ramon, sebagai bank BUMN, BTN tidak bisa serta-merta mengeluarkan dana karena desakan nasabah tanpa ada dasar hukumnya. BTN bisa mengembalikan dana nasabah tersebut jika pengadilan atau aparat yang berwenang memerintahkan BTN mengeluarkan dana tersebut.
Menurut catatan Infobanknews, jika merujuk pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, kecil kemungkinan nasabah akan mendapatkan ganti rugi tanpa melalui proses hukum.
Memang, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) POJK tersebut, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang disebabkan kesalahan, kelalaian, dan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan/atau perjanjian, baik yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mewakili atau bekerja untuk kepentingan PUJK.
Namun, dalam Pasal 10 ayat (2) POJK tersebut juga disebutkan, jika PUJK dapat membuktikan bahwa terdapat keterlibatan, kesalahan kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh konsumen, PUJK tidak bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang ditimbulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Sementara, jika merujuk pada UU OJK dan LPS, investasi dengan imbal hasil 120% per tahun seperti yang ditawarkan ASW jelas-jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sepertinya, jalan masih panjang bagi para nasabah BTN untuk mendapatkan uangnya kembali. Penyelesaian melalui jalur hukum mungkin satu-satunya solusi, dan itu butuh waktu panjang. (DW)