News Update

Dugaan Kartel Pindar Dinilai Nyaris Mustahil oleh Ahli Hukum

Poin Penting

  • Ahli hukum menilai dugaan kartel bunga yang melibatkan 97 platform pindar sangat sulit dibuktikan, karena hampir tidak mungkin ada komitmen bersama antara begitu banyak pelaku usaha.
  • Ningrum menekankan perlunya melihat dasar pertemuan dan komitmen pelaku usaha, serta menyebut peran OJK krusial dalam menetapkan batas suku bunga pindar.
  • AFPI membantah adanya kartel, menegaskan bahwa pembatasan bunga mengikuti arahan OJK untuk melindungi nasabah dan membedakan pindar dari pinjol ilegal.

Jakarta – Sidang lanjutan dugaan praktik kartel pindar yang menyeret 97 platform pinjaman daring (pindar) kembali digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

Dalam agenda persidangan yang digelar di Gedung RB Supardan, Jakarta,  Selasa, 25 November 2025, KPPU menghadirkan dan meminta keterangan empat orang ahli yang berasal dari bidang hukum persaingan usaha. 

Mereka memberikan keterangan mengenai indikator dan parameter hukum dalam menilai potensi kesepakatan antar pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dalam layanan P2P Lending

Salah satu saksi ahli yang juga Pakar Hukum dari Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait mengatakan, dugaan kartel pindar yang dilakukan pelaku usaha dinilai sulit dibuktikan. Sebab, hal ini menyangkut risiko dan keuntungan melakukan tindakan anti kompetitif tersebut. 

“Kalau dilihat dari perspektif hukum persaingan, terus terang saya sulit membayangkan komitmen bersama antar pelaku usaha dalam jumlah sebanyak itu (97 pelaku usaha pindar). Bagi saya dalam kasus ini hal tersebut hampir tidak mungkin terjadi,” ujar Ningrum, saat ditemui Infobanknews, Senin, 24 November 2025.

Menurutnya, dalam persaingan dunia usaha, khususnya industri peer-to-peer (P2P) lending, setiap pelaku pindar memiliki naluri untuk bersaing. Apalagi, jika ada kesepakatan terkait pembatasan bunga pinjaman.

Baca juga: KPPU Hadirkan 4 Ahli di Sidang Dugaan Kartel Pindar

“Kalau ada kesepakatan bersama, pasti akan ada yang curi start. Jadi memastikan 97 pelaku usaha itu punya komitmen yang sama, bagi saya tidak mungkin,” tegasnya.

Ia pun menyinggung dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Aturan ini, sebut dia, perlu dicermati lebih dalam.

“Kita harus lihat mereka itu bertemu di mana? Komitmen apa yang dibuat? Dalam teori kartel, kalau ada satu saja yang cheating, maka kesepakatan itu runtuh dengan sendirinya. Maka memastikan ada concerted action dalam jumlah 97 itu sangat tidak masuk akal,” bebernya.

Di satu sisi, Ningrum menyatakan peran besar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menentukan batas suku bunga pindar. Menurutnya, OJK sebagai regulator sudah pasti mempertimbangkan dengan matang ketentuan tersebut.

“Lembaga seperti OJK tentu tidak sembarangan, karena mereka tahu ini industri fintech adalah industri besar, menyentuh ratusan juta masyarakat dari lapisan atas sampai bawah,” terangnya.

Oleh karena itu, dirinya meminta KPPU untuk lebih sensitif melihat kasus ini. Sebab, KPPU memiliki tugas dalam memberikan saran dan pertimbangan.

“Di pasal 35e ada kesempatan bagi KPPU untuk memberikan pandangan ataupun nasehat atau pertimbangan kepada pemerintah. Ajak diskusi OJK semisal masukan kurang tepat. Itu KPPU mempunyai kewenangan yuridiksi melakukan itu,” imbuhnya.

Baca juga: Pakar Hukum Persaingan Usaha Kritik Istilah ‘Kartel Pindar’ yang Dipakai KPPU

Terkait hukum acara di KPPU, Ningrum menilai ada dua sisi yang melingkupi kasus dugaan kartel pindar yang menyeret 97 platform pinjaman daring (pindar) tersebut.

Pertama, hukum persaingan usaha adalah hukum yang sangat erat sekali mengawinkan antara hukum dan ekonomi yang memberikan manfaat keadilan dan kepastian.

“Apakah lebih positif atau tidak? Ya, bagaimana dia diterangkan? Dan nomor dua ini menjawabnya lebih susah. Menjadi positif atau tidak? Loh, rangkaian penegakan hukum itu kan bukan hanya mendadak dan otoritasnya berada di tangan siapa. Oh, kami akan putuskan. Kan lewat rangkaian evident base dalam proses ini dan berkeadilan juga memberi kesempatan kepada seluruh pihak untuk didengarkan,” paparnya.

Meski begitu, dirinya mengatakan bahwa  KPPU seharusnya  bisa menjaga proses hukum yang berkeadilan (the due process of law). Sebab, fungsi integrated system berada di tangan satu lembaga.

Page: 1 2

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

3 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

3 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

4 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

5 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

5 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

6 hours ago