Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), belum lama ini resmi mengusulkan wacana tax amnesty jilid III. Wacana tax amnesty jilid III ini juga sudah dimasukkan ke dalam daftar 41 rancangan undang-undang (RUU) dan menjadi Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.
Komisi XI menjadi alat kelengkapan dewan yang membahas revisi undang-undang atas Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak atau tax amnesty tersebut mulai Januari 2025, atau setelah pimpinan DPR menetapkan masa reses akhir tahun dalam Rapat Paripurna pada 5 Desember 2024.
Keinginan dimunculkannya kembali kebijakan tax amnesty dipandang sebagai langkah pemerintah Indonesia dalam mengoptimalkan penerimaan pajak nasional.
Menyikapi wacana kebijakan tax amnesty jilid III, Vera Margaret selaku Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia menegaskan, pihaknya bersikap mendukung kebijakan tersebut.
“Itu sesuatu yang kita dukung. Kita percaya bila masyarakat Indonesia harus daftar pajaknya di Indonesia dan bayar pajaknya ke Indonesia,” sebut Vera, saat ditemui di Jakarta, Senin, 2 Desember 2024.
Pihak UOB Indonesia melihat, misi mulia tax amnesty dalam memastikan semua warga negara Indonesia untuk kembali “membawa” uangnya balik ke Indonesia demi mengembangkan negara sendiri. Dengan demikian, dari sisi perbankan, pihaknya memandang itu sebagai hal yang positif.
“Jika bank akan dilibatkan di tax amnesty ke depan, kita pasti berpartisipasi,” tukasnya.
Sebagai informasi, tax amnesty adalah program pengampunan pajak yang ditujukan kepada wajib pajak yang selama ini belum melakukan kewajibannya, baik karena lupa ataupun mengemplang pajaknya.
Pertama kali dilakukan pada 18 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017, di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kala itu, tarif diskon yang ditetapkan bagi para wajib pajak berbeda, mulai dari 2 persen sampai 10 persen.
Saat itu, ditegaskan bahwa kebijakan hanya akan dilakukan satu kali seumur hidup dan waktunya bagi pengemplang pajak untuk bertobat dengan melaporkan hartanya sebelum terciduk oleh Ditjen Pajak dan harus membayar denda hingga 100 persen.
Namun, nyatanya tax amnesty jilid II kembali dilakukan. Meski saat itu pemerintah menyebutnya dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang diimplementasikan dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Untuk tax amnesty jilid II itu, pemerintah membagi menjadi dua kelompok. Pertama, bagi wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty jilid I, tapi ternyata masih ada hartanya yang belum dilaporkan.
Kedua, bagi wajib pajak yang belum sempat ikut pengampunan pajak untuk harta selama periode 2016-2020.
Tarifnya pun berbeda dari lima tahun sebelumnya. Pada kesempatan kedua ini lebih tinggi yakni 6-11 persen (kelompok I) dan 12-18 persen (kelompok II). Steven Widjaja