DPR: Somasi Dua Perusahaan Rokok Mengada-ada

DPR: Somasi Dua Perusahaan Rokok Mengada-ada

Jakarta – Ketua Pansus RUU Pertembakauan DPR RI Firman Subagyo menilai, somasi yang dilayangkan seorang pecandu rokok ke Gudang Garam dan Djarum sebagai tindakan mengada-ada. Selain tidak ada paksaan kepada masyarakat untuk merokok, asap rokok juga tidak lebih berbahaya jika dibandingkan dengan asap pabrik maupun asap kendaraan.

”Tidak tepat (melayangkan somasi). Kalau dianggap membahayakan kesehatan, setiap saat yang bersangkutan bisa memutuskan berhenti. Lalu, kenapa menyalahkan perusahaan rokok? Itu mengada-ada,” ujar Firman Subagyo, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 20 Maret 2018.

Dirinya berharap, upaya mensomasi perusahaan rokok itu tidak dilanjutkan, karena hal tersebut tidak sejalan dengan kepentingan untuk mengembangkan industri pertembakauan. ”Industri tembakau, sebagai bahan baku rokok, memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara. Industri tembakau diharapkan dapat terus berkembang karena bersinggungan dengan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.

Firman menambahkan, perlunya industri tembakau dikembangkan karena industri ini memiliki keterkaitan dengan tiga aspek sekaligus, yakni ekonomi, sosial, dan budaya. ”Di sini RUU Pertembakauan menjadi penting. Ia diperlukan untuk melindungi petani tembakau dan pengusaha rokok lokal dari intervensi produk asing yang masuk ke Indonesia,” lanjutnya.

Baca juga: Bappenas: Rokok Penyumbang Angka Kemiskinan

Politisi Partai Golkar ini mencatat, berdasarkan data Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, 90 persen penerimaan cukai berasal dari industri hasil tembakau (IHT). Sejak 2004 hingga 2017, penerimaan cukai terus mengalami peningkatan. Tahun lalu, pemerintah bahkan sampai menaikkan tarif cukai untuk mengejar target penerimaan dari hasil tembakau sebesar Rp146,4 triliun.

Dalam APBN 2017, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp149,9 triliun, naik 6 persen dari APBN Perubahan 2016. Penerimaan cukai rokok ini setara dengan 10 persen target pendapatan pajak 2017 yang sebesar Rp1.498 triliun. ”Ini yang sering saya katakan, industri tembakau yang jelas memberi sumbangan besar kepada negara, masak mau dimatikan? Berapa banyak petani dan buruh yang akan kehilangan pekerjaan,” katanya.

Terkait RUU Pertembakauan, DPR sampai saat ini masih terus mencari masukan dari berbagai pihak agar tidak ada yang dirugikan jika RUU tersebut diundangkan. Februari 2018 lalu, pansus membagi tiga timnya untuk mencari masukan di Jawa dan luar Jawa. Khusus di Jawa, pansus memfokuskan kegiatan dengan mengunjungi tiga pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah PT Djarum, Norojono dan PR Sukun.

Firman Subagyo berharap, tidak ada lagi pemikiran yang tidak sejalan dengan urgensi menerbitkan UU Pertembakauan. Ini karena asing sangat berkepentingan agar industri tembakau dalam negeri mati. ”Kita memerlukan regulasi yang berpihak kepada petani tembakau dan perusahaan rokok lokal. Seperti kemarin ada isu, tembakau untuk rokok kretek kadar nikotinnya tinggi. Ini mengganggu penghasilan petani,” tutupnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News