Jakarta – Anggota Komisi IV DPR-RI Ichsan Firdaus meminta Kementerian Pertanian (Kementan) dapat melakukan evaluasi serius terkait implementasi kebijakan yang diambil seperti kebijakan cetak sawah hingga program intensifikasi seperti pupuk, benih serta peningkatan kesejahteraan petani yang belum berjalan dengan optimal.
Sementara itu, terkait dengan program cetak sawah, pihaknya mengaku memang sengaja melakukan pemotongan anggaran yang cukup besar terhadap program tersebut. Alasannya, DPR melihat terdapat masalah terkait dengan implementasi program cetak sawah. Pasalnya, klaim keberhasilan yang disuarakan Kementan, berbanding terbalik dengan realitas di lapangan.
“Seringkali, kita mendengar cetak sawah itu tidak ada irigasinya. Semestinya irigasinya itu bukan hanya kewenangan Kementan, ada juga di Pekerjaan Umum (PU). Makanya, saya mendesak Kementan segera berkoordinasi,” ujar Ichsan seperti dikutip dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 21 Februari 2018.
Selain itu, dirinya juga meminta, agar Kementan tidak mengumbar sKetaensasi dengan menyebutkan Indonesia mengalami surplus beras. Sebab, faktanya, tiap tahun pemerintah melakukan impor beras. “Artinya, kalau memang produksi beras kita surplus semestinya tidak impor. Mestinya harga beras tidak naik,” ucapnya.
Lebih lanjut dirinya menilai, bahwa kegiatan impor beras yang telah dilakukan oleh pemerintah ini lantaran data yang dimiliki Kementan terlihat simpang siur. Tak hanya masalah produksi saja, melainkan juga permasalahan data luas tanam.
Baca juga: Ketahanan Pangan Jeblok, Kinerja Mentan Dipertanyakan
Senada dengan pernyataan anggota dewan, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yeni Sucipto juga menuturkan, evaluasi komprehensif terhadap anggaran dan hasil (output) kinerja Kementerian Pertanian perlu dilakukan guna menghindari terjadinya pemborosan anggaran.
“Anggaran untuk berbagai program kedaulatan pangan selama tiga tahun ini terlihat sangat besar,” paparnya beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, di tahun 2015, Kementerian Pertanian mengalokasikan Rp16,86 triliun untuk berbagai program kedaulatan pangan. Di tahun tersebut, alokasi dari APBN untuk keseluruhan kegiatan Kementerian Pertanian mencapai Rp32,80 triliun.
Selama tiga tahun terakhir ini dana untuk Kementerian Pertanian memang tidak bisa dibilang kecil. Total dari 2015-2017, dana sebesar Rp84,58 triliun telah digelontorkan pemerintah ke kementerian tersebut untuk operasional dan berbagai program. Di 2018, APBN pun mengucurkan dana ke Kementerian Pertanian sebesar Rp22,6 triliun.
Untuk program kedaulatan pangan, program cetak sawah menjadi salah satu program yang gagal. Padahal pagu anggaran untuk program tersebut terlihat begitu mencolok. Jika pada 2015 pagunya mencapai Rp353 miliar, di 2016 menjadi Rp6 triliun dan di 2017 dianggaran Rp4,1 triliun.
Hasilnya, hingga akhir tahun 2017 sawah yang tercetak baru sebesar 160 ribu hektare. Masih sangat jauh dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 1 juta hektare di luar pulau Jawa.
Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian program cetak sawah sudah ditargetkan sedemikian rupa tiap tahunnya. Berdasarkan rencana, pada 2015 dapat tercetak 40 ribu hektare sawah baru. Kemudian pada 2016 bisa tercipta 130 ribu hektare sawah baru dan pada 2017 tercetak 250 ribu hektare sawah baru.
Lalu pada 2018 target dinaikkan menjadi 280 ribu hektare sawah baru dan pada 2019 ditambah 300 ribu hektare sawah baru. Merujuk rencana tersebut, total sawah baru yang tercetak hingga 2017 seharusnya telah mencapai 420 ribu hektare. Namun pada kenyataannya, persentase realiasasinya hanya mencapai 38,10 persen alias hanya 160 ribu hektare. (*)