DPR Dukung BPR Perkuat Pembiayaan UMKM, Minta OJK Longgarkan Aturan

DPR Dukung BPR Perkuat Pembiayaan UMKM, Minta OJK Longgarkan Aturan

Jakarta – Komisi XI DPR RI menegaskan dukungan kepada Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dalam menyalurkan kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pendapat itu disampaikan Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, yang menilai BPR memiliki peran vital dalam menopang ekonomi rakyat.

Misbakhun menyebut pihaknya tengah mengkaji Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), termasuk aturan konsolidasi BPR, IPO, serta penerapan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

“Termasuk di dalamnya adalah masalah konsolidasi BPR dan bagaimana BPR itu diberikan ruang memberikan kontribusi terhadap perekonomian untuk memberikan dukungan terhadap UMKM,” kata Misbakhun kepada media, dikutip pada Minggu, 10 Agustus 2025.

Baca juga: Spesial! BRI Jazz Gunung Series 3 Ijen 2025 Sajikan 2 Panggung dan Diskon Tiket

Ada juga isu mengenai Initial Public Offering (IPO) dan penerapan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Semua itu menjadi pembahasan Komisi XI DPR RI, supaya BPR bisa semakin lancar dalam membiayai usaha-usaha kecil.

Menurutnya, perbaikan tata kelola BPR adalah keharusan, namun jangan sampai menyulitkan pembiayaan UMKM.

Misbakhun bilang, perbaikan tata kelola menjadi keharusan bagi pelaku BPR. Hanya saja, jangan sampai itu semua menyulitkan para pemain untuk membiayai UMKM.

“Karena, sektor UMKM ini adalah sektor yang sangat vital, sangat krusial, dan sangat penting dalam rangka memberikan daya dukung terhadap kelompok ekonomi kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional,” tambahnya.

Baca juga: Mengenal Anemia Aplastik, Penyakit Langka yang Diidap Komika Babe Cabita Sebelum Meninggal

Dalam kasus ini, Misbakhun mengajak regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berdiskusi dengan DPR. Harapannya, OJK bisa memberikan aturan yang tepat, tanpa membuat BPR merasa terkekang.

Keluhan BPR Terhadap Peraturan OJK

“Silakan mengatur, mengawasi BPR. Tapi juga memberikan ruang hidup yang memadai terhadap BPR untuk tetap tumbuh, berkembang, dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional dalam segmentasi mereka menyasar kredit di UMKM,” tegasnya.

Beberapa waktu lalu, sejumlah pelaku BPR pernah mengeluhkan sejumlah peraturan yang OJK buat untuk pelaku BPR. Keluhan ini disampaikan melalui Rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 19 Maret 2025 lalu.

Baca juga: iPhone Penumpang Hilang, DPR Desak Evaluasi Total Garuda

Hendi Apriliyanto, Direktur Utama PT NBP, menyatakan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi adalah penerapan single presence policy (SPP). Awalnya aturan ini ditujukan untuk bank umum. Tapi, sekarang aturan itu diberlakukan juga untuk BPR, menimbulkan kebingungan di industri.

“Peraturan yang ada sekarang hanya berlaku bagi bank umum. Untuk BPR belum ada. Tapi, sekarang itu diberlakukan kepada BPR, dengan aturan (pembatasan) per pulau, dan kurang jelas alasannya. Itu banyak membingungkan BPR-BPR grup,” ujarnya.

Menurut Hendi, akan ada sejumlah dampak negatif yang dihadapi BPR jika SPP diperlakukan secara paksa. Mulai dari pengurangan tenaga kerja, berkurangnya pajak yang diterima dari satu daerah, sampai dengan BPR kehilangan jati diri.

Isu lain yang menjadi topik bahasan adalah penerapan CKPN Peraturan ini tertuang dalam POJK No. 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat. CKPN ini memberatkan pelaku industri, karena diterapkan persis setelah pemberlakuan Modal Inti Minimum (MIM) sebesar Rp6 miliar, membuat kinerja BPR terdampak.

“Pada 31 Desember 2024, kami harus memenuhi modal inti sebesar Rp6 miliar. Tetapi, begitu menginjak 1 Januari 2025, modal inti Rp6 miliar yang sudah kita penuhi, mau nggak mau harus kita tambah,” jelas Hendi.

Ia mengibaratkan, pemain di industri ini “ngos-ngosan” dalam mengikuti ketentuan regulator. Dengan demikian, Hendi berharap usai RDPU ini, DPR bisa membuka dialog dengan OJK, supaya mereka mau melakukan relaksasi terhadap peraturan yang ada.

“Kami BPR ingin berkembang sesuai dengan analisis dan kebutuhan bisnis, tanpa paksaan dari otoritas maupun pihak lainnya,” tutup Hendi. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Netizen +62