Jakarta – Sektor perbankan dianggap sebagai salah satu industri yang paling siap mendukung dunia investasi. Untuk mendorong hal tersebut, Bank Indonesia (BI) mengaku akan menyiapkan sebuah kebijakan dengan berkoordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator di industri keuangan.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam forum investasi internasional bertajuk Mandiri Investment Forum (MIF) di Jakarta, Rabu, 30 Januari 2019. Menurutnya, investasi sangat penting untuk mendorong perekonomian nasional lebih baik lagi.
“Terkait dengan isu investasi Indonesia, karena prospek ekonomi indonesia lebih baik di masa depan kita masuk, bagaimana kita meramu kebijakan bank sentral dengan OJK,” ujarnya.
Perbankan yang dianggap sebagai industri yang paling siap mendukung dunia investasi ini, sejalan dengan sektor perbankan yang saat ini berada dalam salah satu performa terbaiknya. Kondisi ini tercermin dari rasio pertumbuhan kredit tahunan yang berada di kisaran 12 persen dan NPL yang stabil di bawah 3 persen.
Dia mengungkapkan, selama ini, untuk meyakinkan investor terhadap kondisi perbankan Indonesia, BI telah mengeluarkan berbagai bauran kebijakan makroprudensial salah satunya pelonggaran kebijakan maksimum nilai kredit atau Loan to Value (LTV) yang sudah dikeluarkan pada Agustus 2018.
Baca juga: Industri Perbankan Paling Siap Dorong Investasi RI
Dengan adanya pelonggaran kebijakan LTV ini, maka akan mendorong pertumbuhan kredit perbankan, khususnya kredit properti yang terdiri dari Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPR/KPA). Investor yang ingin berinvestasi di sektor pariwisata pun akan terbantu dengan adanya pelonggaran ini.
“Makroprudensial LTV itu disesuaikan karena kami pro pertumbuhan. Kebijakan LTV itu bisa digunakan untuk dorong sektor pariwisata. Ini bentuk dukungan kami terhadap pemerintah untuk dorong perekonomian,” ucap Perry.
Sedangkan dari sisi likuiditas, BI juga terus melakukan berbagai instrumen salah satunya dengan melakukan operasi moneter untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valas. Operasi moneter ini dilakukan dengan menyiapkan instrumen, frekuensi dan kesiapan term repo dan swap.
Selain itu, untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan BI menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata dari 2 persen menjadi 3 persen serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) yang dapat direpokan ke Bl dari 2 persen menjadi 4 persen masing masing dari DPK.
“GWM rerata sekarang 3 persen. Kami juga merelaksasi ketentuan secondary reserve, sehingga likuiditas makroprudensial, semula yang direpokan 2 persen menjadi 4 persen bisa seluruh direpokan. Sehingga bank-bank bisa menjadi lebih fleksibel dalam manajemen likudiitas,” jelas Perry.
Di bidang kebijakan makroprudensial, Bl juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0 persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92 persen. BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. (*)