Jakarta – Perdagangan mata uang di pasar negara berkembang pada pekan ini mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebagian besar mata uang di negara-negara berkembang mengalami tekanan jual tinggi karena dolar AS yang terlalu menguat.
Adanya kondisi tersebut, nilai tukar rupiah juga ikut mengalami tekanan terhadap dolar AS. Menurut Research Analyst ForexTime (FXTM) Lukman Otunuga pada perdagangan Kamis kemarin (28/9) rupiah sempat menyentuh ke level terendahnya di Rp13.600 per US$.
“Pekan perdagangan ini terasa suram untuk mata uang pasar berkembang. Dari sudut pandang teknikal, US$-IDR mendekati level tertinggi dalam 10 bulan di 13.600 pada sesi perdagangan hari Kamis karena dolar menguat,” ujar Lukman dalam risetnya, di Jakarta, Jumat, 29 September 2017.
Dia menilai, tertekannya sebagian besar mata uang di negara-negara berkembang terhadap dolar AS, lantaran adanya ekspektasi kenaikan suku bunga AS di bulan Desember yang semakin meningkat, di mana Gubernur Bank Sentral AS dalam rapat FOMC membuat pernyataan yang cenderung hawkish.
“Dan Rupiah, seperti banyak mata uang pasar berkembang lainnya, merasakan dampak dari pergeseran sentimen ini,” ucapnya.
Kenaikan suku bunga AS yang semakin kuat di bulan Desember 2017 ini, kata dia, akan membuka pelemahan rupiah lebih dalam lagi. Dirinya memperkirakan, laju rupiah bisa saja tertekan ke level Rp13.750 per US$ jika pergerakan rupiah tidak didukung sentimen positif sama sekali dari domestik.
“Walaupun Rupiah mungkin semakin melemah terhadap Dolar di jangka pendek, fundamental makro Indonesia yang semakin stabil seharusnya akan mendukung Rupiah di jangka yang lebih panjang,” paparnya. (*)