Jakarta – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI membukukan pertumbuhan kredit secara konsolidasi sebesar 9,6 persen year on year (yoy) per Maret 2024. Sepanjang kuartal I 2024, perseroan menyalurkan kredit sebesar Rp695,16 triliun.
Laju kredit BNI ditopang pengembangan segmen pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan konsumer melalui anak perusahaan, yakni PT Bank Hibank Indonesia (hibank) dan BNI Finance. Kredit UMKM hibank tumbuh 72 persen. Sedangkan pembiayaan BNI Finance meroket 370 persen secara tahunan. Keduanya menjadi mesin pertumbuhan baru, di samping kredit korporasi yang terus tumbuh.
Realisasi kredit di kuartal I 2024 membuat BNI meraih pendapatan bunga Rp15,87 triliun, atau naik 7,2 persen. Ekspansi kredit dibarengi perbaikan kualitas aset. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross turun dari 2,8 persen menjadi 2,0 persen. Sementara credit cost juga menurun 40 basis poin menjadi 1,0 persen.
Menurut Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, perseroan tetap fokus pada peningkatan kualitas aset. Ini diharapkan akan mendorong kinerja fungsi intermediasi yang berkelanjutan di tengah tantangan geopolitik global, tekanan inflasi, dan suku bunga.
Di samping kredit yang tumbuh sehat, BNI juga mencatatkan kenaikan pendapatan non bunga, yakni fee-based income (FBI) dan loan recovery yang mencapai Rp5,1 triliun, atau tumbuh 15,9 persen pada kuartal I 2024.
Alhasil, komposisi pendapatan non bunga berkontribusi sebesar 35 persen terhadap total pendapatan BNI di kuartal I 2024. Kombinasi perbaikan fundamental, termasuk peningkatan FBI, efisiensi operasional, dan kualitas aset yang membaik membuat BNI meraup laba bersih Rp5,33 triliun, atau tumbuh 2 persen secara tahunan.
“Fundamental BNI semakin sehat dan kuat berkat program transformasi yang menjadi langkah besar kami untuk terus tumbuh dan berkembang serta beradaptasi terhadap tantangan di tingkat nasional dan global,” ujarnya, di Jakarta, Senin, 29 April 2024.
Baca juga: Naik 2 Persen, BNI Raup Laba Bersih Rp5,33 Triliun di Kuartal I 2024
Ia menambahkan, BNI berada di jalur tepat untuk mencapai aspirasi profitabilitas return on equity (ROE) hingga level 20 persen pada 2028. Hal ini didasari pertumbuhan aset yang stabil dan berkelanjutan dari segmen prospektif berisiko rendah dan kualitas aset terus membaik.
“Dengan program transformasi ini, kami konsisten melakukan peningkatan kapabilitas SDM dan optimalisasi teknologi sebagai faktor enablers yang krusial. Kami yakin hal ini akan terus mendorong peningkatan produktivitas bisnis, efisiensi operasional, serta kontribusi perusahaan anak,” ujar Royke.
Adapun terkait perubahan perilaku nasabah yang menuntut kecepatan menjadi tantangan. Merespon hal itu, BNI pada tahun 2024 akan fokus pada transformasi peningkatan produktivitas tenaga pemasar (sales) di seluruh kantor wilayah dan cabang. Tujuannya agar BNI dapat memberikan layanan yang optimal, responsif, serta secara konsisten memberikan solusi sesuai kebutuhan pelanggan.
Transformasi peningkatan produktivitas sales mencakup peningkatan kapabilitas cross-selling tenaga pemasar, penguatan tools digital sebagai pendukung proses penjualan, serta peningkatan manajemen kinerja yang dapat meningkatkan efektivitas kerja sales.
Lepas dari itu, perseroan terus menganalisa perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi serta suku bunga. Itu dilakukan agar BNI dapat mengambil keputusan bisnis yang tepat.
Royke menjelaskan, BNI telah melakukan langkah–langkah prudent dan strategis dalam mengelola kondisi likuiditas terutama pendanaan valas melalui penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan kebijakan pricing yang efisien. Selain DPK, BNI memanfaatkan positioning yang kuat di pasar internasional untuk memperoleh alternatif pendanaan lain.
Belum lama, BNI menerbitkan obligasi global senilai USD500 juta atau sekitar Rp7,95 triliun. Penerbitan obligasi bertenor 5 tahun ini mendapat respon positif dari investor global. Dibuktikan dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 6,4 kali.
Tingginya kepercayaan investor global membuat BNI mampu menekan yield obligasi ke level 5,3 persen saat bookbuilding. Penerbitan obligasi global tersebut dilakukan sebelum terjadi fluktuasi nilai tukar USD terhadap rupiah, sehingga BNI memperoleh harga yang optimal.
Ke depan, BNI akan lebih hati-hati dalam menyalurkan kebutuhan kredit berbasis valas dan terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah, sambil terus menjaga kualitas portofolio kredit valas.
“Selain itu, BNI juga menerapkan manajemen risiko yang ketat dengan melakukan stress test terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia mulai dari pergerakan nilai tukar hingga suku bunga ke depan,” imbuhnya.
Kredit Tumbuh Sehat
Sementara, Direktur Finance BNI Novita Widya Anggraini mengatakan, fundamental BNI terbukti solid melewati tantangan kuartal I 2024. BNI juga telah melakukan berbagai langkah antisipatif dalam mengelola risiko terkait tekanan inflasi, fluktuasi nilai tukar, dan tekanan suku bunga.
Mengawali tahun 2024, kredit BNI terutama mengalir ke segmen kredit korporasi swasta sebesar Rp272,1 triliun atau tumbuh 14 persen dari tahun sebelumnya. Adapun realisasi kredit ke BUMN sebesar Rp102,7 triliun, atau naik 23 persen.
Di segmen consumer, Kredit Pemilikan Rumah (BNI Griya) meningkat 10,3 persen menjadi Rp60,1 triliun. Lalu, kredit tanpa agunan tumbuh 17 persen menjadi Rp52,1 triliun. Kartu kredit juga tumbuh 10,4 persen menjadi Rp14,2 triliun.
“Kami melihat seluruh sektor mampu tetap tumbuh positif, berkualitas, dan resilient dengan fokus pada sektor perdagangan di tengah tekanan geopolitik global, nilai tukar, inflasi serta kenaikan suku bunga,” kata Novita.
Terkait dua anak perusahaan, yakni hibank dan BNI Finance menorehkan pertumbuhan luar biasa, Novita mengatakan hal itu tidak lepas dari dampak positif ceruk bisnis baru yang menjadi kekuatan korporasi di periode selanjutnya. Perseroan menyakini, dalam lima tahun ke depan, kinerja fungsi intermediasi akan semakin kuat ke segmen UMKM dengan fokus pada channel digital.
“Melihat besarnya potensi dari segmen UMKM, BNI berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik melalui solusi digital. Jadi, itulah sebabnya kami fokus untuk mengembangkan hibank menjadi bank digital yang kuat secara fundamental,” jelasnya.
Dari sisi likuiditas, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI naik 4,9 persen, atau menjadi Rp780,23 triliun. Struktur DPK didominasi CASA, denga porsi sebesar Rp543,50 triliun atau 69,7 persen terhadap total DPK.
Kinerja Digital Banking BNI
BNI menjadikan pertumbuhan digital banking sebagai salah satu agenda utama. Perseroan terus meningkatkan kapabilitas dan berinovasi mengembangkan solusi keuangan digital melalui BNI Mobile Banking.
Per Maret 2024, pengguna BNI Mobile Banking naik 18,5 persen menjadi 16,9 juta. Nilai transaksinya mencapai Rp347 triliun, atau tumbuh 35,9 persen, dengan total transaksi naik 54,9 persen menjadi 318 juta kali.
“Melalui BNI Mobile Banking, kami terus memperluas layanan dengan memanfaatkan ekosistem kami untuk menjawab setiap kebutuhan nasabah di era perbankan digital modern ini. Hal ini bertujuan untuk membantu pertumbuhan nasabah dari hanya melakukan transaksi dasar hingga mencapai tujuan keuangan mereka,” ujarnya.
Bukan hanya BNI Mobile Banking yang meningkat, solusi digital unggulan BNI di segmen wholesale yaitu BNIDirect dan BNI Open API juga menunjukkan peningkatan performa yang signifikan.
Baca juga: Naik 7,4 Persen, BTN Raup Laba Bersih Rp860 Miliar di Kuartal I 2024
Komitmen Mendukung Keberlanjutan
BNI berkomitmen menginternalisasi prinsip-prinsip keberlanjutan atau sustainability. Direktur Risk Management David Pirzada mengatakan, keberlanjutan menjadi jantung dari bisnis BNI. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah dengan menetapkan target Net Zero Emission (NZE) aktivitas operasional BNI pada 2028 dan pembiayaan pada tahun 2060.
Penyaluran kredit hijau BNI terus tumbuh dengan rata-rata setiap tahun (CAGR) 23 persen. Nilainya mencapai Rp67,4 triliun per Maret 2024, melonjak jauh ketimbang akhir Desember 2020 sebesar Rp29,5 triliun. Penyaluran kredit hijau tersebut memiliki porsi 14,2% dari keseluruhan wholesale loan.
“Salah satu bentuk penyaluran kredit hijau tersebut adalah pembiayaan akuisisi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 75 Megawatt Peak (MwP) senilai Rp1,6 triliun,” katanya.
BNI juga berhasil mengoptimalkan penyaluran green bond sebesar Rp5 triliun ke sektor energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, pengolahan sampah, bangunan berwawasan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam.
BNI juga telah menerapkan Sustainability Linked Loan (SLL) untuk mendorong pelaksanaan prinsip ESG. Sampai Maret 2024, BNI telah menyalurkan SLL Rp4,9 triliun kepada perusahaan-perusahaan top tier di sektor industri pengolahan semen, baja, dan agroindustri.
“Sebagai bukti pencapaian BNI dalam pengelolaan keuangan berkelanjutan, pada akhir Maret 2024 BNI juga berhasil mempertahankan Rating A dari MSCI dan Rating Medium Risk dari Sustainalytics dengan skor 21,4,” tutupnya. (*) Ari Astriawan