Jakarta – Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan merespons pertanyaan Ganjar Pranowo perihal pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Negara Nusantara (IKN). Anies menyebut, berbagai permasalahan yang ada di Jakarta harus diselesaikan bukan justru ditinggalkan.
“Kalau ada masalah jangan ditinggalkan, akan tetapi diselesaikan. Jadi ketika di Jakarta menghadapi masalah, misalnya masalah lingkungan hidup, masalah lalu lintas, kepadatan penduduk mesti diselesaikan,” jawab Anies dalam debat pertama Capres Pemilu 2024, Selasa (12/12).
Baca juga: Di Hadapan Pengusaha RI, Anies: BUMN Tak Boleh Mematikan Industri Swasta
Ia mengatakan, dengan meninggalkan semua masalah yang ada di Jakarta, tak serta merta menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Justru ini yang harus dibereskan. Itu filosofi nomor satu,” tegasnya.
Menurutnya, berbicara mengenai permasalahan kemacetan di Jakarta, kontribusi aparatur sipil negara (ASN) di dalam kemacetan hanya 4 persen sampai 7 persen.
“Jadi tidak akan mengurangi kemacetan di sini (Jakarta),” jelasnya.
Lanjutnya perihal lingkungan hidup. Anies mengatakan, apabila yang pindah pusat pemerintahan, sementara pusat bisnis dan keluarga masih tetap di Jakarta, dinilai masih tetap akan ada masalah.
Karena itu, Anies berpandangan masalah yang di Jakarta harus diselesaikan dengan membangun transportasi umum berbasis elektrik dan menambah taman yang dibangun.
“Dan itu semua dikerjakan untuk membuat Jakarta menjadi kota yang nyaman, aman, kota yang membuat masyarakat bisa hidup dengan sehat,” jelasnya.
Kemudian menyoal dengan IKN. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, hingga kini masih ada permasalahan mendesak di depan mata. Di Kalimantan sendiri kebutuhan untuk membangun sekolah yang rusak sangat banyak.
Selain itu, membangun transportasi masal seperti kereta api atau jalur tol antar kota di Kalimantan itu urgen.
“Yang merasakan dari uang itu siapa, rakyat. Sementara yang kita kerjakan hanya membangun tempat untuk aparatur sipil negara bekerja, bukan untuk rakyat dan bukan pusat perekonomian,” paparnya.
Lantas Ganjar pun menanggapi jawaban-jawaban Anies dengan pertanyaan perihal pembangunan IKN.
“Apakah boleh saya simpulkan kalau begitu mas Anies dalam posisi yang oposisi terhadap beberapa kebijakan, termasuk IKN, menolak IKN dilanjutkan?,” tanya Ganjar.
“Inilah salah satu contoh produk hukum yang tidak melewati proses dialog publik yang lengkap, sehingga dialognya sesudah jadi undang-undang,” jawab Anies.
Baca juga: Komitmen Benahi Perpajakan, Ganjar: Tak Ada Lagi Cara ‘Berburu di Kebun Binatang’
Menurut Anies, pada saat dialognya dilakukan setelah menjadi undang-undang, siapapun yang kritis dianggap oposisi dan siapapun yang pro dianggap pro pemerintah.
Sebab, tidak ada proses pembahasan yang komprehensif yang memberikan ruang kepada publik.
“Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dalam negara hukum berikan ruang kepada publik untuk membahas sebuah peraturan sebelum dia ditetapkan,” bebernya.
Namun, ia menilai hal ini seperti negara kekuasaan di mana penguasa menentukan hukum dan kemudian dari situ kita semua berdebat pro kontra. (*)
Editor: Galih Pratama