Jakarta – Ketua Dewan Pembina DPP IKatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) Jimly Asshiddiqie mengatakan cara pandang hukum harus terbuka dalam menerima keharusan-keharusan baru. Disrupsi teknologi yang terjadi di semua bidang membuat perkembangan hukum menghadapi tantangan perubahan sangat cepat.
Disrupsi teknologi juga mempengaruhi perilaku masyarakat, termasuk perilaku di ruang publik. Utamanya di tengah pandemi COVID-19 yang terjadi 2 tahun belakangan. Sebab itu, mau tidak mau cara pandang hukum harus berubah. Namun harus diakui, salah satu kelemahan sistem civil law seperti yang dianut negara kita, sering lambat mengikuti perkembangan zaman.
“Di tengah disrupsi, lebih-lebih di tengah pandemi COVID-19 ini, mau tidak mau cara pandang hukum harus terbuka, inklusif. Karena itu, banyak hal yang sifatnya terobosan yang perlu dikembangkan. Tapi pada akhirnya, keselamatan warga harus didahulukan,” kata Jimly saat sambutan Seminar Edukasi Pinjaman Online Legal atau Ilegal yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ISHI, 11 Februari 2022.
Persoalnnya adalah banyak aspek hukum yang diterabas dan terdisrupsi oleh teknologi. Dan bagaimana sistem hukum bisa adapatif menghadapi perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perkembangan teknologi, termasuk kemudian memacu tren pinjaman online (pinjol), lanjut Jimly, mengubah cara pandang dari sisi hukum.
“Topik pinjol yang kita angkat ini mungkin bagi kelompok tertentu tidak terlalu serius. Tapi secara simbolik masalah pinjol ini menjadi simbol kesediaan para sarjana hukum mengubah cara pandang. Misalnya bagaimana kita merespon isu, termasuk soal gelombang big data. Ini akan membuat semua logika hukum mengidealkan sentralisasi. Padahal teori-teori hukum dan praktik demokrasi itu mengidealkan desentralisasi. Maka saya harap semua sarjana hukum di segela profesi, mari kita bergaul akrab dengan perkembangan naru yang menuntut perubahan cara pikir kita,” pungkasnya. (*) Ari Astriawan.