Jakarta – Pencopotan Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Sulselbar, Andi Muhammad Rahmat menuai kontroversi. Sebelumnya juga pernah terjadi dalam perombakan 5 direksi BRI. Kalangan perbankan menyebut, harusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menengahin masalah ini.
Menurut catatan InfoBank Institute, pernah menjadi kesepakatan antara Kemenrian BUMN dan OJK, kalau mau mengganti direksi Bank BUMN, duduk bersama antara OJK, Komite Remunerasi dan Kantor Kementrian BUMN. Tujuannya, kalau mau ganti orang jelas tujuannya dan siapa penggantinya tidak punya catatan hitam kredit macet atau masalah hukum.
Menurut catatan Infobank Institute, ke depan ada baiknya OJK bisa menjadi jembatan meski hak pergantian direksi bank menjadi wewenang pemegang saham. Namun, pergantian direksi yang terlalu sering masih menyisakan masalah.
Ganti Gubernur ganti direksi. Tapi, alasan pergantian tidak masuk akal. Bahkan Serikat Karyawan Bank Sulselbar menganggap hasil RUPS LB tanggal 04 September 2019 yang memberhentikan Direktur Utama PT Bank Sulselbar tidak beralasan kuat, dan kontra dengan pencapaian keberhasilan Pengurus dalam mengelola Bank, dimana hal ini merupakan bentuk nyata proses pelemahan kepercayaan Lembaga terhadap masyarakat.
Beberapa pernyataan yang telah dianalisa Bersama oleh Keluarga Besar Sekawan dipandang tidak berdasar, terburu-buru dan rawan.
Berikut beberapa analisa tersebut :
Penerapan prinsip-prinsip GCG yang tidak berjalan dengan baik, khususnya pada 3 sisi yaitu, Transparency, lndepandency dan Fairness dengan penjabarannya sebagai berikut :
Transparency bahwa dalam proses RUPSLB tidak memberikan ruang kepada Direksi untuk mengetahui penilaian pemegang saham terkait kinerja perusahaan untuk selanjutnya diberikan tanggapan balasan sebagai hak jawab pihak yang dievaluasi.
Indepandency bahwa suasana kerja yang terbangun dalam tubuh bank Sulselbar tidak dapat berjalan secara tenang dan professional karena tekanan atau intervensi yang luar biasa atas 2 (dua) kejadian yang berselang 5 (lima) bulan ini.
Fairness bahwa kesepakatan yang lahir dari forum resmi sebelumnya (RUPSLB tanggal 23 April 2019) yang memberikan masa evaluasi selama 1 (satu) tahun hingga RUPS Tahunan 2020, namun hanya terhitung kurang lebih 4 bulan setelahnya evlauasi ini ini kembali digelar dengan sasaran pemberhentian Direktru Utama. Sehingga kami menilai bahwa Gubernur tidak memberikan jaminan perlakuan yang adil terhadap manajemen Bank Sulselbar.
Kedua menyayangkan inkonsistensi yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan RUPS LB tersebut yang tidak memberikan ruang waktu bekerja kepada Direksi untuk melakukan evaluasi manajemen pada RUPS Tahunan tahun 2020 sebagaimana keputusan RUPS LB sebelumnya yang tertuang dalam Akte RUPS-LB No. 10 tanggal 23 Apnl 2019.
Ketiga Pemegang Saham Pengendali (PSP) sebaiknya memberikan keleluasaan kepada Direksi untuk mengurus perusahaan bukan malah mengintervensi setiap saat tanpa ada tolak ukur waktu dan parameter kinerja yang jelas. Hal ini berakibat hingga pada pencapaian target perusahaan khususnya Laba yang terimplikasi pada kesejahteraan Karyawan.
Keempat Keputusan RUPS LB kali ini jelas berdampak serius terhadap jalannya operasional Bank dengan tidak dibarengi penetapan Pelaksana Tugas Direktur Utama. Dampak yang dimaksud adalah legalitas kewenangan para pemimpin cabang dalam mengambil keputusan strategis secara administrasi yang sebelumnya dijalankan berdasarkan SURAT KUASA DIREKSI yang ditandatangani oleh Direkur Utama.
Gubernur sebaiknya lebih memikirkan hal-hal yang bersifat strategis, tidak terlalu jauh mencampuri operasional perseroan seperti rekrutmen pegawai yang merupakan ranah kewenangan yang diatur dalam Undang Undang PT No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perusahaan pasal 13 Tugas dan Wewenang Direksi. Pemberhentian Direktur Utama tidak berdasar kuat dan kontra dengan pencapaian Bank Sulselbar yang telah menorehkan prestasi sebanyak 27 penghargaan periode Agustus tahun 2019 dibanding tahun 2018.
Corporate Social Responsibility (CSR) bukan merupakan care bisnis bank yang dapat dijadikan parameter dalam mengukur kinerja pengurus, namun yang menjadi alat ukur kesehatan bank dan kinerja nya adalah aset, kredit, dana pihak ketiga, dan laba.
“Kaitan dengan pencapaian serta kondisi riil terkait materi penilaian para pemegang saham dapat kami sanggah dan berikan uraikan secara lengkap disertai bukti bila dibutuhkan,” jelas pihak Serikat Karyawan Bank Sulselbar dalam siaran pers yang diterima infobank, Jumat, 6 September 2019.
Dengan itu, keluarga besar Serikat Karyawan (Sekawan) melalui kepengurusan menyatakan :
Meminta Gubernur dengan segala kekuasaan dan kapasitasnya melindungi marwah lembaga kebanggaan kami yaitu Bank SuIselbar sebagai institusi dan bagian perangkat daerah yang menjadi kepercayaan masyarakat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Meminta Gubernur selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pemegang saham lainnya bersinergi, mendorong serta memajukan Bank Sulselbar.
Meminta Gubernur menjalankan tugas dan kewenangannya kaitannya dengan fungsi pembinaan dan pengawasan sesuai ketentuan yang berlaku.
Meminta kepada seluruh pihak yang untuk menetapkan keputusan dan kebijakan berdasarkan data riil dan reasonable.
Kepada seluruh pengurus dan anggota Sekawan agar tetap tenang, namun ikut berperan dalam menyikapi perihal ini.
Boleh jadi, seperti ditulis Infobank Institute, kasus pergantian mendadak akan terus berlangsung dan penuh kontroversi, untuk itu OJK harus punya peran menyelesaikan.(*)