Jakarta – Diplomasi ekonomi perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi dinamika dan isu terkini politik ekonomi Internasional yang tengah terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan konektivitas dengan negara lain melalui perjanjian bilateral dalam menjalin kerjasama regional.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, di Jakarta, Kamis, 3 November 2016. Menurutnya, saat ini Indonesia tengah menghadapi kondisi yang tak menentu, rentan hingga kondisi yang cukup rumit untuk berkembang.
“Salah satu cara untuk menjembatani adalah melalui perjanjian bilateral dan regional cooperative. Indonesia memiliki berbagai perjanjian bilateral, misalnya dengan Australia. Karena saat ini kita menghadapi kondisi yang vulnerable, uncertain, complex dan ambiguity,” ujarnya.
Dia menilai, pertumbuhan ekonomi yang terus direvisi ke bawah di tengah melambatnya perekonomian global, masih menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan. Maka dari itu, sebuah negara harus bisa merespon dinamika yang terjadi.
“Sejauh ini BI ikut serta dalam berbagai institusi internasional seperti IMF dalam melakukan diplomasi ekonomi seiring kepentingan negara maju dan berkembang yang bertolak belakang. Inilah yang diperlukan dalan menjembatani tujuan negara kita dengan negara lain,” ucapnya.
Melihat kondisi tersebut, Perry mengungkapkan, bahwa diplomasi ekonomi antar negara menjadi penting untuk ditingkatkan. Untuk mendorong diplomasi ekonomi ini, Indonesia sendiri telah menjadi anggota perkumpulan negara-negara di regional seperti ASEAN dan Trans Pacific.
(Baca juga : Krisis Global Berikutnya Ditengarai Berasal Central Bank Bubble)
“Inilah mengapa diplomasi ekonomi menjadi penting. Dalam suatu diplomasi, dibutuhkan negosiasi. We take some, we give some. Aspek lainnya, how we need to lobby other party to giving our stance,” tutupnya. (*)