Jakarta – Layanan Wealth Management dewasa ini semakin trending. Tren ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah kelompok individu high net worth (HNW) atau mereka yang memiliki kekayaan bersih minimal USD1 juta dan ultra high net worth (UHNW) atau mereka yang memiliki kekayaan bersih minimal USD30 juta. Banyak dari kelompok ini yang membutuhkan jasa layanan pengelolaan kekayaan untuk menjaga dan menumbuhkan aset kekayaan mereka.
Knight Frank memproyeksikan jumlah HNW dan UHNW ini akan bertumbuh pesat dalam beberapa tahun ke depan. Berdasarkan Knight Frank Wealth Report 2021, kelompok HNW di Indonesia akan meningkat 110% menjadi 45.063 orang di 2025 dari 21.430 orang di 2020. Sedangkan kelompok individu UHNW di Indonesia akan meningkat 67% menjadi 1.125 orang dalam 5 tahun ke depan dibandingkan 673 orang pada 2020.
Pertumbuhan pesat kaum crazy rich itu akan menjadi ceruk pasar yang potensial bagi lembaga-lembaga perbankan atau keuangan lainnya yang menyediakan jasa wealth management. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus akan layanan yang satu ini. Lembaga perbankan atau keuangan lainnya perlu memikirkan konsep dan strategi implementasi yang berkualitas untuk menciptakan customer experience yang nyaman bagi para nasabah wealth management.
Eric Mellor selaku Wealth Management Specialist di lembaga penyedia solusi IT berbasis platform digital, Temenos, mengungkapkan bagaimana lembaga keuangan yang menawarkan jasa wealth management perlu bersinergi dengan berbagai pihak untuk menciptakan layanan wealth management yang memenuhi kebutuhan nasabah.
Populasi Anak Muda yang Besar
Demografi usia muda di Indonesia yang besar menjadi keuntungan tersendiri bagi para lembaga perbankan penyedia layanan wealth management. Kaum usia muda yang diuntungkan dengan teknologi digital, membuat mereka dengan mudah terliterasi secara finansial. Hal itu menyebabkan semakin banyak kelompok usia muda yang aware dengan perencanaan keuangan seperti investasi, yang mana termasuk dalam salah satu strategi perencanaan keuangan wealth management.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga April 2022, total investor dengan usia di bawah 30 tahun mendominasi pasar modal dengan porsi 60,18%, disusul investor berusia 31 tahun sampai 40 tahun sebesar 21,61%. Selanjutnya, terdapat investor dengan rentang usia 41 tahun sampai 50 tahun sebanyak 10,39%, 51 tahun sampai 60 tahun sebanyak 5,04%, dan investor berusia di atas 60 tahun sebesar 2,79%.
“Saya pikir kita tertarik melihat semakin banyak bank memiliki margin wealth management yang cukup signifikan, jadi ketika anda melihat suku bunga naik, seperti yang mereka lakukan sekarang, dan tentu dengan inflasi dan resesi yang berpotensi terjadi, bank sedang mencari area yang secara finansial lebih rahasia dan wealth management adalah salah satunya,” ucap Eric.
“Maka, anda memiliki sebuah perfect storm dimana di satu sisi bank mencari layanan dengan margin yang tinggi seperti wealth management, dan di sisi lain anda memiliki calon klien dari generasi muda berupaya untuk menginvestasikan uangnya. Jadi, saya lihat dua hal ini datang bersamaan dan membuat pertumbuhan signifikan pada bisnis wealth management di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan,” jelas Eric, saat ditemui pada acara Infobank – Temenos Regional Forum 2022 bertajuk “Everyone’s Banking Platform” di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, 20 September 2022 lalu.
Berpartner dengan Berbagai Pihak
Di samping menggaet kelompok usia muda, lembaga perbankan yang menawarkan layanan wealth management juga perlu bermitra dengan pihak lainnya, seperti pihak ketiga atau vendor, bahkan konsumen sendiri bisa dijadikan sebagai mitra untuk mengembangkan bisnis wealth management.
Hal ini diperlukan untuk mempertajam pengetahuan terkait kondisi pasar atau tren konsumen terkini terlebih lagi di tengah menguatnya tren investasi, lembaga perbankan juga bisa bekerja sama dengan lembaga kustodian atau platform trading terkait aset digital.
“Jadi, kita berpartner dengan beberapa ekosistem, seperti para vendor atau lembaga kustodian dan platform trading terkait aset digital agar konsumen dapat membuat aset digital menjadi bagian dari portofolio mereka kalau mereka ingin, tapi melakukannya dalam cara yang aman,” Eric menerangkan.
Partnership dengan pihak lain tersebut membutuhkan konsistensi dalam penerapannya. Konsistensi yang berkelanjutan akan membuat pelaku pasar memahami tren pasar terbaru yang berpotensi muncul di waktu mendatang, sehingga perencanaan bisnis dapat dilakukan sedini mungkin.
“Kita secara konsisten terus mengevolusikan produk dan layanan kita untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dan terlebih lagi beberapa konsumen sangat inovatif, sangat forward looking, dan di antaranya memimpin wealth management secara global. Jadi, kita sering bekerja bersama-sama dengan mereka untuk memastikan bahwa layanan kita memenuhi kebutuhan para konsumen dari lembaga perbankan,” tambah Eric.
Pemanfaatan ESG pada Wealth Management
Prinsip ESG atau environmental, social, and governance, semakin populer dewasa ini. Semakin banyak pula generasi muda yang sadar akan prinsip ESG. Ini menandakan adanya shifting focus dari generasi lebih tua yang kurang memperhatikan hal-hal terkait ESG ke generasi lebih muda yang cenderung memperhatikan nilai-nilai ESG. Kondisi ini kemudian perlu menjadi perhatian bagi wealth manager.
“ESG juga adalah area pertumbuhan yang besar, bukan hanya untuk di Indonesia, tapi juga secara global. Bila anda melihat outlook dari tahun lalu, anda dapat menemukan bahwa generasi lebih muda memiliki nilai sosial yang berbeda, lebih dan lebih banyak bank perlu mengadopsi portofolio ESG dan memastikan bahwa mereka memiliki framework untuk mengelola ESG, sehingga konsumen bisa screen aset, memonitor ESG, dan membangun portofolio ESG mereka,” tutur Eric.
Melalui penerapan ESG yang baik, maka nasabah wealth management dapat melihat score ESG pada suatu perusahaan. Dengan demikian, nasabah bisa menyampaikan ke wealth manager yang mengelola kekayaan nasabah terkait perusahaan mana yang mereka ingin jadikan tempat berinvestasi.
“Sebagai contoh, bila konsumen berkata saya ingin memastikan bahwa saya tidak berinvestasi pada semua jenis perusahaan yang memanufaktur senjata api, atau memproduksi tembakau, atau yang lainnya, maka aset-aset tersebut bisa dipindahkan, dan bila mereka mengatakan bahwa mereka hanya ingin berinvestasi pada portofolio dari perusahaan yang melakukan hal baik, seperti perusahaan yang memproduksi air bersih, atau perusahaan yang membangun rumah untuk masyarakat berpendapatan rendah, atau apapun itu, mereka bisa menerapkan kriteria-kriteria itu juga. Wealth manager atau relationship manager bisa melihat informasi yang kita sediakan dan membangun portofolio yang memiliki total nilai ESG yang memenuhi persyaratan klien mereka,” terang Eric.
Industri wealth management seperti industri lainnya perlu mengikuti tren bisnis yang ada. Tren bisnis yang selalu berubah mengikuti perkembangan jaman. Lembaga perbankan yang memiliki layanan wealth management tidak boleh berpuas diri pada konsep bisnis yang sudah terancang.
Mengikuti tren berdasarkan demografi usia lalu berpartner dengan berbagai pihak untuk menagkap pangsa pasar yang ada menjadi akar pertumbuhan bisnis wealth management yang berkelanjutan.
Wealth management kemudian juga dituntut untuk berkontribusi lebih besar, tidak terbatas pada pengelolaan atau pengembangan harta para crazy rich, tapi juga pada aspek-aspek lain seperti lingkungan maupun sosial. Dengan begitu, produk wealth management akan memiliki image positif, bukan hanya untuk suatu kelompok individu, namun juga masyarakat secara luas. (*) Steven