News Update

Dihajar Tarif Impor AS, GAPKI Minta Keringanan Beban Ekspor

Jakarta – Tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen akan membebani industri kelapa sawit (crude palm oil/CPO) nasional. Apalagi, saat ini saja, komoditas terbesar kedua setelah batubara itu sudah terbebani tiga beban ekspor dalam negeri: Domestic Market Obligation (DMO), Pengendalian Ekspor (PE), dan Bea Keluar (BK).

“Makanya, salah satu langkah yang bisa diambil untuk menghadapi tarif impor AS sebesar 32 persen adalah dengan mengurangi beban ekspor dari dalam negeri,” ujar Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam UOB Media Editors Circle di Jakarta, Selasa (22/4).

Beban ekspor yang ditanggung pelaku usaha sawit Indonesia saat ini, menurut Mukti, terdiri dari tiga komponen utama, yakni pungutan Domestic Market Obligation (DMO), Pengendalian Ekspor (PE), dan Bea Keluar (BK).

Baca juga: Kemendag: Industri Kelapa Sawit Jadi Engine Pertumbuhan Ekonomi RI

“Jika ditotal, beban tersebut mencapai 221 dolar AS per metrik ton. Jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang hanya sekitar 140 dolar AS per ton. Kalau beban seperti BK bisa dikurangi, kita punya peluang untuk lebih kompetitif di pasar internasional,” papar Mukti.

Dalam catatan GAPKI, selama lima tahun terakhir Indonesia mengekspor sekitar 2,5 juta ton produk sawit ke AS. Nilai ekspornya mencapai 2,9 miliar dolar AS. Pangsa pasar Indonesia di AS mencapai 89 persen. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan pasar AS terhadap produk sawit Indonesia.

“Kami masih menunggu keputusan dari pemerintah. Kabarnya akan ada relaksasi beban ekspor. Mudah-mudahan itu benar-benar terealisasi,” ujar Mukti.

Baca juga: Ekonom Nilai Negosiasi Indonesia-AS Tepat, Namun Terlalu Terburu-buru

Selain beban ekspor dan kenaikan tarif impor ke AS, tantangan lain yang menghadang industri kelapa sawit nasional adalah masalah kepastian usaha. Menurut Mukti, banyak institusi yang “terlibat” dalam produksi kelapa sawit.

“Ada sekitar 37 institusi. Jadi, jangan heran sistem sertifikasi tidak hanya ada di Kementerian Pertanian, tapi juga di kementerian lain, seperti KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Bahkan, di Kementerian Agama juga ada,” ungkapnya. (*) DW

Galih Pratama

Recent Posts

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

59 mins ago

Jadwal Operasional BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More

2 hours ago

Bank Jateng Setor Dividen Rp1,12 Triliun ke Pemprov dan 35 Kabupaten/Kota

Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More

3 hours ago

Pendapatan Tak Menentu? Ini Tips Mengatur Keuangan untuk Freelancer

Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More

4 hours ago

Libur Nataru Aman di Jalan, Simak Tips Berkendara Jauh dengan Kendaraan Pribadi

Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More

13 hours ago

Muamalat DIN Dukung Momen Liburan Akhir Tahun 2025

Bank Muamalat memberikan layanan “Pusat Bantuan” Muamalat DIN. Selain untuk pembayaran, pembelian, atau transfer, nasabah… Read More

14 hours ago