Jakarta – Teknologi yang terus berkembang harus dibarengi dengan digitalisasi di industri perbankan. Saat ini, perbankan tengah mengurangi jumlah kantor cabangnya dan berfokus pada layanan digital. Dalam tiga tahun terakhir, kantor cabang perbankan sudah tutup hampir 2.000.
“Kenapa? Pertama, karena bahwa kantor cabang yang didirikan tidak produktif, kedua ada perubahan orientasi bisnis. Sekarang kondisinya, bank as a platform,” jelas Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute, dalam webinar Infobank Institute bertajuk ‘Digital Banking Outlook 2022: Open Banking Transforming Business Models’ Selasa, 5 Oktober 2021.
Namun demikian, Eko menambahkan bank dan nasabah tetap butuh kantor cabang, tetapi kantor cabang akan beralih fungsi dari pusat penjualan center of sales menjadi center of advisor. “Tidak banyak layani nasabah tapi jadi advisor,” tambahnya.
Selain itu, Eko mengungkapkan landscape banking ke depan adalah kemitraan, ownership oleh e-commerce dan konsolidasi. Tren masa depan dalam pelayanan di bank besar akan menjual produknya secara digital. Misalnya, suatu bank akan menjual produknya melalui partnership di e-commerce.
“Membangun ekosistem berbiaya murah, harus bekerja sama dengan fintech atau e-commerce seperti Tokopedia, Grab, Gojek. Mereka menjadi suatu pemain penting. Menjadi digital tanpa kerjasama dengan pemain utama tersebut menurut saya akan mengalami kegagalan,” ucapnya. (*) Ayu Utami