Jakarta – Bank Indonesia (BI) meyakini digitalisasi akan menjadi kunci penting dalam pemulihan ekonomi nasional, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Syaratnya, digitalisasi harus dilakukan secara menyeluruh di ekosistem yang luas.
“Di masa pandemi Covid-19, transaksi ekonomi secara fisik menurun. Digitalisasi menjadi solusi. Transaksi di e-commerce contohnya naik tinggi. Tahun ini nilainya diprediksi mencapai Rp253 triliun. Tahun depan diperkirakan menembus angka di atas Rp300 triliun,” ujar Deputi Gubernur BI dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar secara virtual di Jakarta, Senin, 7 Desember 2020.
Supaya bisa optimal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, digitalisasi harus dilakukan secara menyeluruh. Pendekatan konvensional harus bisa diubah. Dan BI sudah melakukan berbagai upaya untuk menavigasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital, salah satunya melalui blueprint sistem pembayaran Indonesia.
“Salah satunya digitalisasi sistem pembayaran, sebagai wujud implementasi blueprint tersebut. Ini termasuk dengan kehadiran QR Indonesia Standar (QRIS) yang juga mampu mengakselerasi digitalisasi, khususnya di segmen UMKM dan pedagang ritel,” kata Sugeng.
Khusus untuk QRIS, saat ini sudah 5,3 juta merchant yang terkoneksi. BI menargetkan jumlahnya akan meningkat menjadi 12 juta merchant di tahun 2021. Maka itu, kampanye QRIS akan terus digencarkan sehingga akan memperluas transaksi digital, yang sesuai referensi masyarakat dengan biaya murah, cepat, dan aman.
Di kesempatan sama, Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) menambahkan bahwa selama ini BI memang sudah menyediakan suatu platform untuk perkembangan digital. Namun ke depan, kalau bicara digitalisasi perbankan, BI harus bisa menyediakan keseimbangan. Kesiapan setiap bank sendiri berbeda-beda.
“Ini BI sedikit banyak harus bisa menetralisasi kecepatan. Kita harus berkompetisi dengan fintech. Kemampuan industri perbankan untuk mengikuti pace (kecepatan) itu mohon diperhatikan. Jangan sampai kita ceroboh, ingin cepat tapi mengambaikan aspek keamanan dan customer satisfaction. Sebagai bank tentu kita harus terus berinovasi, tapi di sisi lain, perlindungan konsumen harus tetap jadi prioritas,” ungkap Jahja. (*) Ari Astriawan