Jakarta – Penetapan kebijakan work from home (WFH) sejak 16 Maret 2020 akibat pandemi Covid-19 membuat banyak orang mulai merasakan kejenuhan. Tapi tidak bagi Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Meski sudah 1,5 bulan bekerja dari rumah, Didik merasa selalu fresh, penuh semangat, dan tetap produktif. Malah dia merasa ada added value dengan bekerja dari rumah, yakni bisa lebih sering berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga.
Didik justru merasa sangat menikmati bekerja dari rumah selama masa social distancing seperti sekarang ini. Apa rahasianya?
“Suara kicau burung,” aku pria kelahiran Sukoharjo, 10 Juli 1964 itu, kepada Karnoto Mohamad dari Infobanknews.com, melalui online interview, Jumat, 1 Mei 2020.
Ya. Kalau Anda berkunjung ke tempat tinggal Didik di Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setidaknya ada 9 sangkar burung bergelantung di teras, serambi, ruang keluarga, dan sudut-sudut rumah dinasnya yang asri itu.
Di dalam 9 sangkar beraneka ukuran itu, Didik mengoleksi 10 ekor burung kicauan: 2 ekor cucakrowo, 2 ekor murai batu, 2 ekor kacer, 1 ekor poksay hongkong, 1 ekor kenari, dan sepasang lovebird.
“Bapak seperti kerja dari Pasar Burung Barito,” celetuk Arlinta Nur Rahmita, putri semata wayang didik dari pernikahan dengan Ida Fitrijati.
Bagi pria Jawa seperti Didik, memiliki klangenan seperti piara burung, adalah kebutuhan hidup yang selalu memanggil-manggil jiwanya, setiap saat. Apalagi, sejak kecil dia memang sudah hobi piara burung.
Sewaktu SMP, Didik piara seekor betet dan seekor kutilang. Saking telaten merawatnya, dua burung itu sampai benar-benar jinak. “Kalau pagi dilepas, entar sore mereka balik sendiri ke kandang,” ungkapnya.
Bagi penghobi burung, memelihara burung dari kecil sampai bisa jinak seperti itu, seperti orangtua dengan anaknya sendiri, yang bisa mengerti apa yang sedang dirasakan piaraanya itu: lapar, haus, gelisah, takut, sakit, atau sekadar ingin dimanja dengan elusan lembut di kepalanya.
Didik sepertinya sudah sampai pada level itu. Namun, karena semasa SMA dan kuliah dia indekost, hobinya sempat terhenti. Kembali memelihara burung saat awal-awal berkarier di Bank Indonesia (BI) tahun 1991. Saat itu dia piara nuri ternate, paruh bengkok berbulu indah biru, merah, dan kuning.
“Tapi saya lepas karena diprotes tetangga,” ujarnya. Maklum, saat itu Didik tinggal di kompleks Taman Galaksi, Bekasi, rumah tipe kecil. Jarak dengan tetangga berhimpitan. Sementara, karakter nuri ternate overactive, dengan suaranya yang melengking keras, bahkan di malam hari.
Setelah 20 tahun berkarier di BI, dan sejak 2010 hijrah ke LPS serta tinggal di rumah dinas, hobinya kembali bersemi. Pasar Burung Barito di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, adalah tempat favoritnya saat hunting burung.
Satu per satu burung koleksi Didik memenuhi sudut-sudut rumah dan ruang jiwanya. Hobinya ini juga “menular” ke istri tercintanya. “Awalnya sih biasa, tapi lama-lama suka,” tuturnya.
Bahkan, waktu burung poksay hongkongnya lepas, justru istri Didik yang sangat merasa kehilangan. Dia terlihat begitu sedih. “Nanti kalau lapar gimana dia nyari makannya,” ujar Didik, menirukan ungkapan kegelisahan istrinya, saat itu.
Didik hanya tersenyum mendengar curhatan istrinya itu. Dia bahkan merasa senang. Sebab, nikmat manalagi yang didustakan, jika istri sudah jatuh cinta juga pada hobi suami?
Apalagi, kini, Didik juga bisa memetik buah dari hobinya itu. Di saat orang lain merasa sudah mencapai puncak kejenuhan karena harus “dikurung” di rumah akibat pandemi Corona, Didik justru sedang berada di puncak kebahagiaan hidupnya: tetap enjoy bekerja, sambil menikmati hobi, ditemani anak-istri. (Darto Wiryosukarto)