KUDA-KUDA perbankan nasional cukup kuat. Kendati hujan non performing loan (NPL) mengguyur banyak bank sejak 2014, tak ada bank yang ambruk. Sampai dengan akhir 2018, ada 18 bank yang NPL-nya di atas 5%, tapi rata-rata capital adequacy ratio (CAR)-nya 20,90%. Artinya, permodalan bank-bank tetap kuat dan umumnya bisa memenuhi tambahan modal sesuai dengan ketentuan Basel III. Tambahan modal seperti conservation buffer 2,5% khusus kepada 33 bank bermodal inti Rp5 triliun ke atas yang berlaku mulai awal 2019 pun mayoritas bisa dipenuhi.
Para bankir justru sibuk memutar otak bagaimana memproduktifkan kelebihan modalnya. Sebab, kredit belum bisa dipacu kencang karena mempertimbangkan kondisi likuiditas dan permintaan pasar. Seperti pertumbuhan kredit selama lima tahun terakhir yang rata-rata hanya 10% per tahun, proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini pun diprediksi hanya di kisaran 10%-12%.
Kapasitas modal bank tetap kuat ketika pertumbuhan risk assets tidak signifikan. Apalagi, bank-bank berusaha naik kasta dengan meningkatkan modal intinya. Tahun lalu ada dua bank penghuni bank umum kegiatan usaha (BUKU) 2 yang naik ke BUKU 3 atau dengan modal inti Rp5 triliun sampai dengan di bawah Rp30 triliun. Kendati kompetisinya juga sangat berat, bank yang masuk BUKU 3 bisa memperluas basis usahanya melalui diversifikasi produk dan jasa perbankan.
Menurut Biro Riset Infobank (birI), basis usaha bank memengaruhi tingkat profitabilitasnya. Tahun lalu ada 86 bank yang asetnya di bawah Rp50 triliun. Rentabilitasnya yang tecermin dari return on equity (ROE) rata-rata hanya 7,57% dan return on assets (ROA) cuma 1,60%. Bandingkan dengan 14 bank beraset di atas Rp100 triliun, rata-rata memiliki ROE 12,68% dan ROA 2,17%. Indikator tersebut diperjelas dengan rentabilitas empat bank terbesar yang mampu mencatat ROE hingga 17,91% dan ROA 3,41%.
Tak heran, empat bank terbesar, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan Bank Negara Indonesia (BNI), pun berusaha untuk terus membesarkan basis usahanya dengan memanfaatkan kelebihan modalnya. Ketika kredit sulit dipacu kencang, keempatnya pun beradu cepat dengan strategi pertumbuhan anorganik atau mengakuisisi perusahaan lain.
Lalu bagaimana peta pelayanan prima di tengah maraknya merger dan akuisisi pada era digital? Bank mana yang memiliki pelayanan terbaik menurut Bank Service Excellence Monitor 2019?
Semuanya diulas tuntas di Majalah Infobank Edisi Mei 2019. (*)