Dewan Asuransi Indonesia Sebut UMKM Jadi Fokus Baru Industri

Dewan Asuransi Indonesia Sebut UMKM Jadi Fokus Baru Industri

Poin Penting

  • Industri asuransi mulai fokus ke segmen UMKM, dengan dorongan DAI agar produk dan layanan disesuaikan karena karakter UMKM berbeda dengan korporasi besar.
  • Tantangan terbesar ada pada underwriting, karena minimnya data risiko UMKM sehingga diperlukan kanal distribusi, ekosistem, dan perhitungan risiko yang matang
  • DAI dan Kementerian UMKM intens memperkuat kolaborasi, menargetkan pematangan mekanisme pada kuartal II 2026.

Jakarta – Industri asuransi kini mulai memusatkan perhatian pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), salah satu penggerak terbesar ekonomi nasional.

Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Bhayangkara, menegaskan bahwa langkah ini bukan lagi wacana, melainkan kebutuhan strategis yang harus segera dipenuhi oleh pelaku industri.

Menurutnya, produk dan layanan asuransi harus diadaptasi agar sesuai dengan karakter UMKM yang berbeda dengan korporasi besar.

“Kita lagi mendorong teman-teman industri untuk menyesuaikan produk, untuk sesuai dengan UMKM. Karena treatment perusahaan besar dan kecil itu berbeda,” ujarnya saat ditemui usai acara Konferensi Pers Zurich Asuransi Indonesia, Rabu (26/11).

Baca juga: Membangun Koperasi Merah Putih dan Mitigasi Risiko Bank

Meski inovasi produk terus didorong, kata Yulius, industri menghadapi satu persoalan fundamental, yakni bagaimana produk tersebut sampai ke tangan para pelaku UMKM.

“Industri mempersiapkan produk dan layanan, tapi ujungnya kan harus ada kanal untuk mencapai UMKM. Nah ini yang sedang kita bangun bersama Pak Menteri UMKM,” lanjutnya.

Komunikasi antara DAI dan Kementerian UMKM semakin intens, terutama setelah diskusi yang digelar di Bali. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, bahkan disebut sempat hadir dalam acara DAI untuk menguatkan arah kolaborasi. Yulius melihat ini sebagai momentum penting untuk mempercepat pembentukan kanal distribusi dan ekosistem penunjang.

“Kalau driver terbesar ekonomi kita itu UMKM, ya kita harus ada di situ. Kalau nggak, kita nggak ikut besar,” tegasnya.

Meski demikian, perjalanan menuju implementasi penuh tidak tanpa hambatan. Yulius menyoroti tantangan underwriting sebagai isu paling krusial. Minimnya data statistik risiko UMKM membuat industri harus berhati-hati dalam menghitung risiko agar tidak mengalami kerugian.

Underwriting-nya memang ada challenge. Karena kita belum punya statistiknya. Jangan sampai kita masuk terus kita rugi,” katanya.

Ia juga mengingatkan pengalaman terdahulu terkait produk asuransi pertanian yang kurang berhasil karena metode perhitungan risiko yang belum matang.

“Cara penghitungannya harus kita pelajari bersama-sama. Kita memulai perjalanan ini dengan milestone, bukan one stop,” tambahnya.

Yulius menekankan bahwa industri harus memiliki “napas panjang” dalam mengembangkan asuransi UMKM. Ia mengkritik pola pikir sebagian pelaku industri yang terlalu mengharapkan quick win, sementara pengembangan segmen UMKM membutuhkan konsistensi jangka panjang.

Baca juga: AAUI Siap Genjot Asuransi Mikro di Penghujung Tahun

Saat ini, DAI bersama Kementerian UMKM tengah menyiapkan rangkaian diskusi lanjutan untuk mematangkan konsep dan kesiapan industri. Targetnya, pembahasan intensif dan pematangan mekanisme dapat dilakukan pada kuartal II 2026.

Selain asuransi kredit bagi UMKM, Yulius menyebut bahwa kebutuhan asuransi kredit untuk remitansi pekerja migran juga mulai dibahas sebagai bagian dari cakupan ekosistem proteksi UMKM dan keluarga mereka.

“Kita harus bicara sama industrinya. Industri siap atau nggak? Jangan sampai nanti kita ambil, tapi kita yang rugi. Nggak bisa,” pungkasnya. (*) Alfi Salima Puteri

Related Posts

News Update

Netizen +62