Deposito Tumbuh Melambat, Bagaimana Likuiditas Bank?

Deposito Tumbuh Melambat, Bagaimana Likuiditas Bank?

Jakarta – Pertumbuhan simpanan berjangka atau deposito tengah mengalami perlambatan. Bank Indonesia (BI) mencatat, pada Februari 2018 deposito tumbuh melambat secara keseluruhan baik deposito berdenominasi rupiah maupun valas menjadi 5,9 persen atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tumbuh 8 persen. Hal ini dikhawatirkan bakal mempengaruhi likuiditas bank.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan deposito menurun. Pertama, lantaran suku bunga deposito yang terus mengalami penurunan. Hingga Januari 2018 saja, suku bunga deposito sudah turun sebanyak 196 basis points (bps). Hal ini sejalan dengan suku bunga acuan BI yang sudah turun sebanyak 200 bps.

“Dimata deposan ini kurang menarik sehingga ada peralihan  sebagian dana ke instrumen lain yaitu surat utang. Imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun saja 6,3 persen. Pembelian obligasi korporasi juga menarik. Proyeksi Fed Rate yang naik hingga 3 kali ikut memacu sentimen deposan agar membeli lebih banyak surat utang,” ujar Bhima kepada Infobank di Jakarta, Senin, 9 April 2018.

Faktor kedua, kata dia, saat ini masyarakat kelas atas sudah mulai berbelanja lagi setelah sebelumnya lebih banyak menahan uang di tahun tahun lalu. Naiknya impor bahan baku industri menjadi sinyal permintaan konsumsi dalam negeri mulai pulih. Hal ini juga terjadi jelang hari raya Idul Fitri di tahun ini, di mana simpanan akan ditarik untuk belanja sesuai dengan pola musimannya.

Selanjutnya faktor ketiga, ada kekhawatiran sebagian kecil deposan karena adanya pertukaran informasi keuangan lintas negara dalam rangka perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang mulai diberlakukan tahun ini. “Deposan terutama yang memiliki rekening diatas Rp1 miliar cenderung melakukan penarikan deposito dan memindahkan ke aset lainnya,” ucapnya.

Kemudian, faktor terakhir, turunnya pertumbuhan deposito juga seiring dengan naiknya harga emas. Di pasar spot dalam 6 bulan terakhir harga emas mengalami kenaikan hingga 5,9 persen. Harga emas menjadi Rp589 ribu per gram. Di tengah tahun politik dan instabilitas ekonomi global akibat perang dagang, banyak investor memilih menaruh uangnya di emas ketimbang di deposito.

Kendati demikian, dirinya meyakini, meski pertumbuhan deposito tengah mengalami tren perlambatan, namun likuiditas perbankan masih cukup aman. Ia menilai, pertumbuhan deposito yang melambat tidak akan berdampak siginifikan terhadap likuiditas bank. Menurutnya, selama pertumbuhan kredit tidak naik signifikan maka likuiditas perbankan diyakininya tetap aman.

“Dampak ke likuiditas masih cukup aman karena pertumbuhan kreditnya masih dikisaran 8 persen. Kecukupan modal (CAR) juga masih di 23 persen. LDR (Loan to Deposit Ratio) per Februari masih 88,7 persen. Nanti bank bisa terbitkan surat utang atau right issue untuk tambah likuiditas jika dibutuhkan. Likuiditas sman selama pertumbuhan kreditnya tidak naik signifikan,” tegasnya.

Baca juga: Suku Bunga Turun Terus, Deposito Tumbuh Melambat

Menurut BI, perlambatan pertumbuhan deposito ini sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan berjangka untuk seluruh tenor pada bulan Februari 2018, yang bersumber dari penurunan simpanan berjangka perseorangan khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jatim. Perlambatan simpanan berjangka korporasi di Provinsi DKI Jakarta dan Sumatera Utara menjadi faktor utama perlambatan Simpanan berjangka korporasi secara umum. Deposito korporasi di DKI Jakarta dan Sumatra Utara hanya tumbuh 6,2 persen di Februari 2018 dibanding bulan sebelumnya 8,6 persen.

Pertumbuhan deposito yang melambat ini telah memengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang tercatat Rp5.106,2 triliun, atau tumbuh melambat menjadi 8,2 persen (yoy) di Februari 2018, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,5 persen (yoy). Kondisi ini juga memengaruhi likuiditas perekonomian atau uang beredar yang tercatat tumbuh melambat pada Februari 2018. Posisi M2 tercatat Rp5.351,2 triliun pada Februari 2018 atau tumbuh 8,3 persen (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 8,4 persen (yoy).

Berdasarkan komponennya, perlambatan pertumbuhan M2 bersumber dari komponen uang kuasi yang tumbuh 6,7 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,4 persen (yoy). Pertumbuhan tahunan surat berharga selain saham juga tercatat mengalami perlambatan.

Di kesempatan berbeda, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah juga menyampaikan, bahwa di tahun ini likuiditas perbankan masih aman. Terlebih, kata Halim, baru-baru ini BI baru saja menerbitkan aturan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM ) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebagai penyempurnaan dari aturan Giro Wajib Minimum rata-rata (GWM Averaging).

Melalui pengaturan PLM ini, diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengimplifikasi  risiko lain menjadi risiko sistemik. “Likuiditas tahun ini aman, BI kan sudah keluarkan kebijakan untuk likuiditas bank. Ini akan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan,” jelasnya kepada Infobank belum lama ini.

Beberapa substansi penyempurnaan GWM ini adalah, penambahan porsi GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUK dari 1,5 persen menjadi 2 persen dari keseluruhan kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bagi BUK sebesar 6,5 persen. Pemberlakuan GWM dalam valas rata-rata bagi BUK sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK sebesar 8 persen.

Lalu, pemberlakuan GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUS dan UUS sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS sebesar 5 persen. Kemudian, pemberian jasa giro bagi GWM dalam rupiah BUK menjadi 0 persen (penihilan jasa giro). Penyeragaman Calculation Period (masa penghitungan), Lag Period (masa penyiapan), dan Maintenance Period (masa pemenuhan) masing- masing menjadi selama 2 (dua) minggu. (*)

Related Posts

News Update

Top News