Dekan FEB UI Wanti-Wanti Jerat Paylater di Kalangan Anak Muda, Bisa Rusak Masa Depan

Dekan FEB UI Wanti-Wanti Jerat Paylater di Kalangan Anak Muda, Bisa Rusak Masa Depan

Jakarta – Generasi milenial dinilai dikenal sebagai generasi paling adaptif terhadap perkembangan zaman. Salah satunya, tren penggunaan paylater untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti memesan makanan, fashion hingga agen perjalanan.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menilai, kaum milenial dan generasi z begitu dimanjakan dengan akses sektor finansial.

“Bayangkan saja dengan one click, mereka bisa melakukan apa saja seperti memesan makanan hingga produk fashion dengan paylater,” kata Teguh dalam Welcoming Speech Literacy Roadshow bertajuk Milenial Melek Keuangan, Cari Cuan dan Aman, di Fakultas FEB UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/9).

Baca juga: Utang Paylater Bikin Anak Muda Sulit Ambil KPR, Begini Solusinya!

Ia mengungkapkan, layanan paylater uang saat ini hadir di berbagai platform digital memberikan kemudahan. Apalagi proses pendaftarannya relatif cepat dan pengajuannya mudah.

“Pokoknya paylater itu dibuat menyenangkan bagi masyarakat. Ini yang menyebabkan layanan satu ini populer, termasuk di kalangan milenial,” jelasnya.

Hal ini sejalan dengan data Survei Katadata Insight Center (KIC) dan Zigi menunjukkan, metode pembayaran paylater menjadi pilihan generasi milenial dan gen Z. Di mana, produk yang dibeli yakni busana, pulsa, dan gadget.

Berdasarkan survei terhadap 5.204 responden, dompet digital seperti GoPay, OVO, ShopeePay, DANA dan LinkAja, menjadi pilihan utama untuk pembayaran yakni 67,8%. Disusul oleh ATM bank (51,1%) dan rekening bank konvensional (38,1%).

Di satu sisi, pengunaan paylater yang berlebihan bisa menjadi bumerang bagi penggunanya. Bagai pisau bermata dua. Alih-alih ingin memudahkan beragam kebutuhan hidup justru bisa membelit masalah finansial.

“Kita tidak sengaja klik ini, klik itu tapi kan akhir bulan utangnya harus dibayar. Kalau tidak bisa dibayar bagaimana?,” bebernya.

Baca juga: Kontrak Melesat 33,25%, Ternyata Ini Alasan Masyarakat Pilih Paylater

Untuk itu, dirinya mewanti-wanti kaum muda untuk bijak dalam menggunakan layanan paylater. Jangan sampai menimbulkan masalah keuangan di kemudian hari.

Pasalnya, hal tersebut bisa memberikan credit score buruk bagi pengguna yang tercatat dalam BI Checking atau kini populer dengan istilah Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

“Kalau nama kita sudah masuk kategori buruk, tentu saja akan merugikan di masa depan seperti tidak bisa mengajukan KPR rumah dan sebagainya,” tegasnya.

Berdasarkan data OJK, gen Z dan milenial memiliki utang yang lebih banyak dibanding dengan generasi lain. Hal ini terlihat dari data kepemilikan rekening dan jumlah outstanding pinjaman pada fintech P2P lending

Di mana, statistik Fintech P2P Lending (fintech pendanaan bersama) OJK pada Desember 2022 menunjukkan bahwa 62% rekening fintech pendanaan bersama dimiliki oleh nasabah usia 19-34 tahun. 

Sementara itu, 60% pinjaman dari fintech pendanaan bersama juga disalurkan kepada nasabah usia 19-34 tahun. Artinya pengguna fintech pendanaan bersama didominasi oleh Gen Z dan Milenial.

Perencana Keuangan dari Advisor Alliance Group Andy Nugroho menilai, fenomena paylater dan pinjol di masyarakat sudah umum terjadi. Hal ini seiring tingginya kebutuhan masyarakat saat ini didukung dengan kemudahan akses mendapatkan pinjaman.

Baca juga: Riset Kredivo: Pengguna Paylater Meroket 45,9% di 2023

“Paylater dan pinjol ini merupakan sumber dana instan yang cepat dan mudah didapatkan. Proses pengajuannya cepat” katanya saat dihubungi Infobanknews di Jakarta.

Meski begitu, penggunaan layanan satu ini bisa menjadi malapetaka bagi penggunanya. Apalagi kata dia, banyak masyarakat meminjam untuk kebutuhan konsumtif seperti belanja, jalan-jalan.

“Kita harus pandai mengatur keuangan dengan bijak agar tidak terjebak pada masalah keuangan yang menyulitkan di kemudian hari,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News