Jakarta–Peningkatan daya saing dan nilai tambah komoditas kakao diyakini dapat meningkatkan ekonomi daerah dan mengotimalkan penyerapan tenaga kerja. Pasalnya, 95% perkebunan kakao dibudidayakan dalam bentuk perkebunan rakyat, demikian disampaikan oleh Rizal A. Djaafara, Kepala Departemen Regional IV Bank Indonesia dalam seminar nasional “PENINGKATAN DAYA SAING DAN NILAI TAMBAH KAKAO INDONESIA” pada hari ini, 2 Desember 2015 di Makassar.
Selain berdampak pada peningkatan ekonomi daerah, kakao juga berkontribusi terhadap PDB Nasional melalui nilai ekspor kakao. Berdasarkan data BPS, Indonesia merupakan negara eksportir kakao terbesar ketiga, setelah Pantai Gading dan Ghana. Jumlah ekspor kakao tahun 2014 adalah sebesar 76,6 ribu ton, sementara tingkat produksi kakao di Indonesia mencapai 709.33 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk mengekspor kakao masih terbuka lebar.
Meskipun kakao menjadi salah satu komoditas unggulan dunia, namun usaha kakao di Indonesia masih memerlukan dukungan untuk dapat lebih maju dan berkembang. Hal ini terlihat dari perkembangan produksi, volume ekspor, dan luas lahan kakao yang cenderung mengalami penurunan. Permasalahan utama kakao terdapat di berbagai aspek, antara lain aspek budidaya, aspek kelembagaan, serta aspek pascapanen dan pemasaran.
Penyelenggaraan seminar tersebut merupakan bentuk peran aktif BI untuk turut mengembangkan perekonomian daerah khususnya produksi kakao di wilayah Indonesia Timur sebagai mayoritas penghasil kakao di Indonesia. Harapannya, melalui seminar ini akan diperoleh masukan dan rekomendasi yang konkrit untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah kakao sehingga mampu mendorong peningkatan nilai PDRB maupun devisa nasional.
Langkah lain yang telah ditempuh BI untuk mendorong peningkatan daya saing dan nilai tambah kakao tersebut antara lain melalui pengembangan kapasitas para petani kakao melalui program peningkatan akses keuangan melalui peningkatan pembiayaan UMKM oleh lembaga keuangan serta peningkatan kapabiltas UMKM agar menjadi eligible dan bankable yang salah satunya melalui fasilitasi pembentukan kelembagaan petani dalam upaya untuk menggerakan sistem agribisnis kakao. (*) Ria Martati