Jakarta – Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri menilai pemerintah perlu segera membuat lapangan kerja berkualitas untuk memperbaiki situasi daya beli masyarakat yang sedang dalam tren penurunan.
Yose melihat, dampak dari pandemi Covid-19 masih terasa hingga sekarang. Salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor informal macam pedagang, mitra ojek online (ojol), atau pekerja lepas lainnya.
“Sebelum pandemi, masih ada sekitar 4-5 juta orang yang bekerja di sektor formal, sekarang belum bisa terserap lagi ke sektor formal,” papar Yose pada Senin, 19 Agustus 2024.
Baca juga: Daya Beli Masyarakat Makin Tergerus, Ternyata Ini Biang Keroknya
Ada kalanya, pekerjaan informal bisa memberi upah yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan formal. Namun, pendapatan para pekerja informal tidak stabil dan cenderung fluktuatif, dan nantinya akan berdampak terhadap neraca keuangan mereka.
Sebagai contoh, Yose melihat pekerja informal harus lebih berhati-hati dalam membelanjakan pengeluaran, karena mengkhawatirkan kondisi yang tidak stabil. Selain itu, pekerja informal ini juga dihadapkan dengan minimnya perlindungan kepada diri sendiri.
“Akibatnya, daya beli (masyarakat) rendah bukan hanya income-nya turun, tetapi juga karena orang merasa, unpredictability ini lebih tinggi. Sehingga, mereka tidak mengeluarkan spending mereka seperti sebelumnya,” tutur Yose.
Untuk itulah, demi mengembalikan daya beli masyarakat seperti sedia kala, Yose berharap agar pemerintah bisa menyediakan solusi. Salah satunya adalah dengan membuka lapangan kerja formal berkualitas dan menyerap kembali masyarakat yang sempat “terlempar” ke sektor informal.
Baca juga: Di Tengah Anomali Ekonomi RI: PDB Tumbuh 5 Persen dan Daya Beli Tetap Ambruk
“Jadi, salah satu kuncinya adalah membuka lapangan kerja di sektor formal yang berkualitas,” tutup Yose.
Sebagai informasi, ada sejumlah indikasi yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Misal, survei Bank Indonesia (BI) pada 2019 menunjukkan, rasio pengeluaran dan simpanan terhadap pendapatan, berada di persentase 68 persen berbanding 20 persen. Namun, angka tersebut berubah pada 2024, menjadi 74 persen berbanding 17 persen.
Fenomena ini disebut sebagai makan tabungan, dan banyak terjadi di golongan masyarakat menengah ke bawah. Lebih dari itu, golongan masyarakat menengah juga perlahan turun, dari angka 23 persen pada 2018, tersisa menjadi 17 persen per 2023. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More