Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, (BTN) optimis bisa memenuhi komitmen penyaluran kredit dari penempatan dana pemerintah dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Perseroan mendapatkan tambahan penempatan dana pemerintah sebesar Rp5 triliun, sehingga realisasi penempatan uang negara menjadi Rp10 triliun dari penempatan semula senilai Rp5 triliun.
Direktur Utama Bank BTN Pahala Nugraha Mansury mengatakan, perseroan berkomitmen memenuhi target untuk menyalurkan pembiayaan hingga 3 kali lipat atau sebesar Rp30 triliun dari dana yang ditempatkan Pemerintah di Bank BTN.
“Dengan tambahan tersebut, maka target penyaluran kredit Bank BTN untuk program pemulihan ekonomi nasional menjadi Rp30 triliun,” kata Pahala dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 29 September 2020.
Adapun porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan tersebut adalah ke sektor perumahan sesuai dengan core business Bank BTN. Menurutnya, perseroan akan terus berupaya memaksimalkan ekspansi kredit dengan tetap memperhatikan pengelolaan risiko yang baik.
“Dalam merealisasikan penyaluran kredit Bank BTN tetap memegang prinsip kehati-hatian agar rasio kredit bermasalah terjaga dan debitur juga tidak terbebani dengan cicilan di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini,” terangnya.
Lebih lanjut, Pahala menjelaskan kredit kepada sektor properti yg disalurkan Bank BTN menyasar pada lebih dari 170 industri terkait di sektor pembangunan perumahan dan banyak menyerap tenaga kerja.
Sektor properti merupakan sektor yang banyak memanfaatkan bahan baku dari dalam negeri sehingga sektor inilah yang secara tidak langsung memperkuat ekonomi nasional, karenanya pada masa pandemi Covid-19 masih terus bergerak menyesuaikan diri.
“Bahan atau material yang digunakan untuk pembangunan rumah lebih dari 90 persen sudah diproduksi di Indonesia sehingga tentunya sektor ini cukup strategis,” ujarnya.
Di Indonesia masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah. Hal itu ditandai masih ada backlog sebesar 11,4 juta berdasarkan kepemilikan dan 7,6 juta berdasarkan hunian. Tentu masih besarnya backlog ini membuka peluang ekspansi bisnis properti.
Di sisi lain tingginya backlog ini juga menunjukkan masih besarnya ruang untuk penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). “Ini menunjukkan adanya prospek dan juga kebutuhan atau permintaan yang masih sangat tinggi,” tutup Pahala. (*)