Jakarta – Kebijakan relaksasi kredit yang diberikan Pemerintah di tengah pandemi virus corona atau COVID-19, telah membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM sehingga mampu bertahan menghadapi kondisi yang menantang saat ini.
Setidaknya hal tersebut diakui oleh Khairiri (46 tahun), pedagang kue bolu susu khas Bandung di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang merupakan debitur kredit mikro BRI. Khairiri yang berasal dari Demak, Jawa Tengah ini menjadi salah satu dari ratusan ribu debitur UMKM BRI yang mendapatkan relaksasi pinjaman dari perseroan, seiring pandemi COVID-19 yang berdampak pada usahanya.
Dia mengungkapkan semenjak adanya penyebaran virus Corona di Ibu Kota Jakarta, usaha dagangan kue Bolu Susu Lembang terus mengalami penurunan. Sebelum pandemi COVID-19 merebak, Khairiri biasanya mengantongi pendapatan sebesar Rp8 juta per bulan. Saat ini, pendapatannya menurun sebesar 70% karena pelanggan menjadi berkurang imbas dari sepinya aktivitas masyarakat karena wabah Corona.
“Pelanggan berkurang, jalanan juga sepi apalagi orang tidak ada yang lewat. Namun saya juga melayani pembelian melalui online jadi ada lah yang beli lewat online, meski tidak seramai hari-hari biasanya,” ujar Khairiri melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 14 April 2020.
Pendapatan usaha yang merosot tersebut membuat Khairiri kelimpungan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bapak dari empat orang anak ini bahkan khawatir usahanya semakin berat, bahkan bisa tutup apabila situasi pandemi COVID-19 ini berlangsung lama.
Namun Khairiri selalu meyakini bahwa di balik kesusahan pasti ada jalan. Hal ini terbukti saat dirinya sedang menonton sebuah tayangan di televisi yang memberitakan bahwa Pemerintah memberikan relaksasi selama satu tahun bagi pelaku UMKM yang usahanya terkena dampak pandemi virus Corona.
“Program keringanan saya melihatnya dari TV, saat Presiden (Joko Widodo) bilang kalau yang punya angsuran-angsuran itu dikasih keringanan. Akhirnya saya dihubungi pihak BRI dan dibilang angsuran saya belum masuk. Saya sampaikan mungkin telat [angsuran] bulan [Maret] ini karena [jualan] sepi banget,” ungkap Khairiri.
Dia lalu berkonsultasi dengan Relationship Manager (RM) BRI untuk melakukan pengajuan keringanan kredit. Khairiri pun melengkapi berkas pengajuan untuk mendapatkan relaksasi tersebut. Menurutnya, prosedur relaksasi yang dilakukan sangat mudah dan ringan.
“Kalau BRI alhamdullilah sudah menjadi langganan, pinjaman BRI sangat membantu tidak terlalu memberatkan,” tukas Khairiri yang telah menjadi nasabah BRI sejak 3 tahun lalu.
Dia mengakui BRI sangat membantu pelaku usaha kecil seperti dirinya. Khairiri tercatat sebagai debitur mikro BRI karena mendapat pinjaman mikro BRI. Berkat relaksasi yang digulirkan BRI atas kebijakan pemerintah dan regulator, Khairiri bersyukur karena pada Maret lalu pinjamannya direstrukturisasi, dengan keringanan selama 6 bulan. Dia cukup hanya membayar bunga pinjaman saja, tanpa harus menyetor angsuran pokok.
Seperti diketahui BRI memiliki berbagai alternatif skema restrukturisasi yang dapat dijalankan, seperti penurunan tingkat suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit / penjadwalan kembali, perubahan skim kredit serta cara angsuran dan lain sebagainya sesuai ketentuan restrukturisasi yang berlaku.
Selain debitur terdampak COVID-19, kriteria lain yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk mendapatkan restrukturisasi yakni usahanya masih memiliki prospek yang baik. Selain itu, secara personal yang bersangkutan memiliki itikad baik untuk kooperatif terhadap upaya restrukturisasi yang akan dijalankan.
Sebagai informasi saja, hingga 31 Maret 2020, BRI mencatat ada sebanyak 134 ribu debitur terdampak COVID-19 yang telah mendapatkan relaksasi dari perseroan. Dari angka itu, sebanyak 80% di antaranya atau sekitar 110 ribu merupakan debitur dengan segmen mikro. Relaksasi pinjaman tersebut menjadi komitmen BRI untuk terus mendorong pemberdayaan UMKM di tengah pandemi COVID-19, dan juga sebagai dukungan atas kebijakan countercyclical Pemerintah. (*)
Editor: Rezkiana Np