Jakarta–Pemerintah terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi melalui pembangunan berbagai infrastruktur. Dalam pembanguan tersebut pemerintah memerlukan sumber pembiayaan yang sangat besar.
Namun, diperkirakan gap pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur ini mencapai sekitar Rp3.500 triliun selama 5 (lima tahun). Besarnya gap tersebut membuat pemerintah melakukan berbagai upaya salah satunya dengan merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty atau pengampunan pajak.
Penerepan tax amnesty ini bertujuan untuk menarik dana-dana Warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri yang diperkirakan masih sangat banyak. Pemerintah mengharapkan melalui UU Tax Amnesty dana-dana tersebut dapat kembali ke Indonesia dan digunakan untuk menutup kebutuhan pembiayaan pembangunan dan mendorong peran swasta lebih besar.
Kendati demikian, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad berpendapat, repatriasi dana tersebut pada sektor jasa keuangan haruslah diantisipasi, salah satunya dengan memasukkan dana-dana tersebut ke dalam investasi atau instrumen keuangan yang lebih bersifat jangka panjang.
“Yang pertama, pemanfaatan dana-dana masuk tersebut dalam bentuk investasi langsung pada industri keuangan nasional untuk mendorong konsolidasi dan meningkatkan permodalan serta memperkuat likuiditas,” ujar Muliaman di gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 25 April 2016.
Peningkatan modal dan likuiditas ini akan meningkatkan kapasitas industri jasa keuangan baik perbankan, IKNB maupun perusahaan efek dalam menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN, meningkatkan likuiditas untuk ekspansi usaha dan untuk meningkatkan ketahanan lembaga keuangan dalam menghadapi gejolak ekonomi global.
“Yang kedua, masuknya dana-dana tersebut akan mendukung upaya pendalaman pasar keuangan yang sedang OJK upayakan bersama saat ini dengan Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan,” tukas Muliaman
Menurutnya, berbagai instrument keuangan dapat dimanfaatkan sebagai sarana penempatan dana-dana tersebut, mulai dari deposito jangka panjang, instrument surat utang, baik obligasi pemerintah (SBN) maupun obligasi korporasi, instrument saham dan kontrak investasi kolektif seperti reksadana penyertaan terbatas bagi pembiayaan berbagai proyek, maupun instrument keuangan lainnya.
“Dengan masuknya dana repatriasi tersebut di pasar modal, ketahanan pasar modal kita akan semakin baik dengan meningkatnya likuiditas pasar modal dan meningkatnya porsi kepemilikan efek oleh investor lokal,” ucapnya.
Sementara masuknya dana-dana tersebut di perbankan, dapat mendorong turunnya cost of fund yang nantinya juga membuka peluang turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Di sektor pasar modal, pemanfaatan dana, dapat digunakan sebagai pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah melalui pembelian SBN dan pembiayaan ekspansi korporasi melalui pembelian Obligasi Korporasi.
“Kita juga dapat memanfaatkannya untuk masuk ke pasar ekuitas agar dapat meningkatkan kapitalisasi pasar modal kita dan mendorong IHSG menuju titik tertinggi barunya,” ucap Muliaman.
Sedangkan disektor IKNB, dengan banyaknya kebutuhan pembiayaan berbagai sektor ekonomi prioritas, masuknya dana-dana tersebut dapat mempercepat pengembangan berbagai sektor prioritas pemerintah seperti: kebutuhan pembiayaan perumahan, ekonomi kreatif, pertanian, maritime, infrastruktur, pariwisata dan energi terbarukan.
“Yang ketiga, pemanfaatan dana repatriasi tersebut untuk mendorong percepatan inklusi keuangan melalui pembiayaan proyek-proyek start up, usaha mikro maupun industri kreatif di berbagai daerah melalui konsep aggregator atau modal ventura, khususnya di sektor-sektor prioritas yang menyentuh masyarakat banyak seperti kemaritiman, pariwisata, energi dan pangan,” tutupnya. (*)
Editor: Paulus Yoga