Sampai triwulan II-2015, dana asing yang tercatat keluar dari lantai bursa tercatat Rp13,13 triliun. Mungkinkah dana asing kembali keluar hingga akhir tahun ini? Dwitya Putra
Jakarta–PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sampai dengan September 2015, investor asing melakukan pembelian bersih (foreign net buy) mencapai Rp447,47 triliun. Sedangkan penjualan bersih (foreign net sell) mencapai Rp460,60 triliun.
Artinya, dana asing yang tercatat keluar dari lantai bursa selama sembilan bulan tahun ini mencapai Rp13,13 triliun.
Keluarnya dana asing dari lantai bursa seiring tingginya tekanan sentimen negatif dari pelambatan kondisi ekonomi global terhadap ekonomi domestik. Kondisi tersebut diperparah dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar diiringi kabar seputar rencana kenaikan suku bunga AS Fed Fund Rate (FFR).
Alhasil, selain nilai tukar Rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tertekan hingga titik terendahnya tahun ini di level 4.100-an. Hal ini diakibatkan derasnya aliran dana asing yang keluar dari pasar modal secara besar-besaran.
Pertanyaannya apakah dana asing sampai akhir tahun ini masih berpotensi keluar dan mengancam posisi IHSG bisa turun lagi? Apalagi issu kenaikan suku bunga AS kembali mencuat beberapa hari belakangan.
Analis Pemeringkat Efek Indonesia, (PEFINDO) Guntur Tri Hariyanto sempat mengungkapkan ke Infobank, naiknya Fed Fund Rate masih 50:50 atau belum dapat dipastikan secara lebih menyakinkan.
Bila FFR dinaikkan, dampaknya bagi Indonesia adalah terjadinya penarikan dana besar-besaran dari pasar keuangan sehingga menyebabkan pelemahan Rupiah dan turunnya harga-harga aset investasi, termasuk IHSG.
Selain itu juga, akan terjadi kenaikan volatilitas di pasar keuangan sehingga menyulitkan ekonomi dan pelaku bisnis untuk dapat mengandalkan pasar keuangan bagi perkembangan ekonomi yang positif tanpa kenaikan biaya yang tinggi.
Kondisi ini akan memberatkan ekonomi Indonesia, karena saat ini juga sedang berjuang untuk meningkatkan kualitas perekonomian, menaikkan kembali laju pertumbuham dan perdagangan internasional, di tengah lemahnya harga komoditas yang berkepanjangan.
“Tetapi ada baiknya kenaikan FFR bisa dipastikan, sehingga meskipun ekonomi kita akan mengalami tekanan yang cukup besar, tetapi kemudian ekonomi dapat pulih kembali,” kata Guntur.
Seperti diketahui, posisi IHSG sendiri pada September berada di level 4,223.90 atau tercatat turun 19,19% YTD dari posisi akhir tahun 2014. Posisi terendah IHSG pada periode tersebut berada di level 4,120.50. Jika aliran dana investor asing kembali keluar dari bursa secara besar-besaran, bukan tidak mungkin level IHSG kembali terpuruk kembali hingga posisi terendahnya. (*) Dwitya Putra