Daging Beku Bisa jadi Pilihan Masyarakat Disaat Harga Daging Segar Meroket

Daging Beku Bisa jadi Pilihan Masyarakat Disaat Harga Daging Segar Meroket

Jakarta – Menjelang hari raya Idulfitri atau Lebaran, harga daging segar diproyeksi akan mengalami kelonjakan. Untuk menyiasati itu, daging beku bisa menjadi pilihan masyarakat untuk dikonsumsi. Daging beku memiliki banyak keunggulan dibandingkan daging segar. Selain kualitas yang terjamin, daging beku yang beredar di Tanah Air pun dipastikan telah bersertifikasi halal.

Founder PT Suri Nusantara Jaya Diana Dewi mengatakan, sebagai importir dan distributor utama produk daging, ia melihat sendiri betapa ketatnya pengecekan terhadap kualitas produk daging beku yang diimpor. Ia mengatakan, jika produk yang masuk tidak disimpan dengan suhu tertentu, maka produk tersebut akan di re-ekspor.

“Kehalalan daging beku juga terjamin. Saat masuk ke Indonesia, salah satu persyaratan yang tidak bisa dilewatkan adalah sertifikat halal. Kalau tidak ada, daging beku itu tidak bisa masuk ke Indonesia,” kata Diana dalam webinar bertajuk ‘Memasyarakatkan Daging Beku, Upaya Mengurangi Ketergantungan Terhadap Daging Segar’ di Jakarta, Kamis, 22 April 2021.

Lebih lanjut ia menambahkan, daging beku juga bisa menjadi substitusi daging segar. Apalagi, pasokan daging beku bisa didapat secara lebih berkesinambungan. “Dengan stok banyak, harga bisa stabil. Industri juga nyaman karena punya produk yang bahan bakunya stoknya stabil,” ujar dia. 

Daging beku juga disebutnya bisa menolong industri dalam menjaga kualitas produk olahan. Dengan adanya daging beku, standarisasi atas kualitas dari produk olahan bisa tercapai. 

“Hotel, restoran, dan katering bisa mendapatkan produk yang standarnya sesuai keinginan mereka. Cuma, daging beku memang belum terlalu diterima oleh pasar karena dianggap daging sudah lama dan tidak segar sehingga tidak layak. Padahal tidak seperti itu,” ucap Diana. 

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyampaikan, bahwa Pemprov DKI memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam menyiapkan dan menjaga kualitas daging agar layak dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satunya dengan meningkatkan penyediaan stok daging sapi beku. 

Pria yang akrab disapa Ariza itu menyadari, masyarakat Indonesia, tak terkecuali warga DKI Jakarta, masih bergantung pada daging segar. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya langkah untuk meningkatan animo masyarakat dalam mengonsumsi daging beku. “Sosialisasi tentang nilai manfaaat daging beku harus terus dilakukan. Masyarakat juga harus terus diberikan pemahaman tentang arti penting program ketahanan pangan,” tambahnya.

Terkait stok daging sapi di masa Ramadhan ini, Ariza menegaskan ketersediaan daging dalam kondisi aman. Berdasarkan data dari PD Dharma Jaya, kata Ariza, stok daging sapi saat ini kurang lebih 838 ton. Sementara, kebutuhan daging sapi pada hari besar dan keagamaan nasional, yaitu Ramadhan dan Lebaran kurang lebih 150 ton. Lalu, untuk kebutuhan penjualan rutin 500 ton, Natal dan Tahun Baru sebanyak 50 ton.

“Mengingat tingginya angka konsumsi DKI Jakarta, maka untuk memenuhi kebutuhan itu, Pemprov DKI membeli daging dari dalam negeri maupun impor. Masyarakat tidak perlu khawatir, Pemprov memastikan stok daging sapi selama bulan Ramadhan cukup,” jelas Ariza.

Deputi Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta Suharman Tabrani menjelaskan, kebutuhan daging sapi Indonesia dipasok oleh sapi lokal sebanyak 59 persen, sisanya diimpor dalam bentuk daging, sapi hidup, dan daging kerbau. Selain masalah impor, budaya masyarakat Indonesia yang lebih memilih daging sapi segar turut berkontribusi pada pergerakan harga daging sapi.

Ia menyampaikan, data pada 2018 menunjukkan total konsumsi daging sapi dan kerbau mencapai 678.903 ton. Perinciannya, daging sapi impor sebanyak 14 persen, daging kerbau impor 12 persen, daging lokal dari sapi impor 15 persen, dan daging lokal dari sapi lokal sebanyak 69 persen. 

Terkait pergerakan harga, Suharman menyampaikan bahwa daging sapi tercatat deflasi sebesar -0.46 persen (yoy) pada Maret 2021, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu (3,39 persen, yoy). Secara tahun berjalan, komoditas ini tercatat deflasi sebesar -0.54 persen (ytd), setelah mengalami inflasi pada beberapa bulan sebelumnya. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada beberapa tahun sebelumnya. Koreksi harga tersebut didorong oleh mulai masuknya pasokan daging sapi impor dan daging kerbau impor di pasar domestik.

“Ke depan, perlu diperhatikan potensi kenaikan harga daging sapi domestik akibat dampak tren peningkatan harga sapi dunia dan peningkatan permintaan masyarakat di bulan Ramadhan dan HKBN Idul Fitri,” tutupnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News