Jakarta – Seiring dengan perkembangan inovasi keuangan digital, penilaian risiko kredit kini dapat dilakukan pula oleh penyelenggara fintech dari model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) dengan memanfaatkan sumber data alternatif yang tidak terbatas pada rekening bank seseorang.
Beberapa sumber data alternatif dapat berupa data belanja online, data telekomunikasi (pulsa/tagihan telepon), dan jejak media sosial yang didapatkan melalui kolaborasi dengan perusahaan e-commerce, telekomunikasi, dan platform media sosial.
Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Aviliani menilai, inovasi yang dilakukan oleh penyelenggara ICS diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penilaian risiko kredit sehingga mengurangi risiko gagal bayar atau kredit macet ditengah pandemi covid-19.
“Dari sisi NPL menurut saya ini juga bisa mengurangi moral hazard, karena kita bisa memahami perilaku konsumen dan kita tidak begitu saja menyerahkan ke asuransi,” kata Aviliani pada diskusi Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) di Jakarta, Selasa 16 Maret 2021.
Selain itu, layanan yang diberikan oleh penyelenggara ICS juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang belum memiliki rekening bank (unbanked), untuk dapat meningkatkan peluang akses pendanaan yang akhirnya diharapkan memeratakan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Kolaborasi fintech, termasuk penyelenggara ICS, dengan Bank-Bank Pembangunan Daerah serta perusahaan pembiayaan (multifinance) juga menjadi salah satu variabel penting dalam mencapai inklusi keuangan serta pemerataan kegiatan ekonomi. Terlebih, salah satu agenda besar yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah meningkatkan indeks inklusi keuangan masyarakat sebesar 90% di tahun 2024.
“Kehadiran fintech Innovative Credit Scoring saat ini diharapkan dapat menjadi enabler yang memfasilitasi masyarakat, terutama yang belum tersentuh oleh layanan perbankan, untuk mendapatkan pendanaan bagi kegiatan usahanya,” kata Mercy Simorangkir, Managing Director AFTECH.
Penilaian risiko kredit merupakan tahapan yang harus dilewati oleh setiap pengusaha, baik itu individu maupun UMKM, ketika mengajukan kredit/pinjaman kepada pemberi pinjaman seperti bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Dalam melakukan penilaian risiko kredit tersebut, bank dan perusahaan multifinance umumnya berpegang pada prinsip 5C yang meliputi “character” (karakter), “capacity” (kapasitas), “condition” (kondisi), “capital” (modal), dan “collateral” (agunan/jaminan).
Sebagai informasi saja, ditengah moderasi kinerja intermediasi perbankan saat Pandemi Covid-19, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat profil risiko lembaga jasa keuangan pada Januari 2021 masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,17% dengan NPL net 1,03%. (*)
Editor: Rezkiana Np