Keuangan

Co-Payment Ditunda, OJK Siapkan POJK Baru Asuransi Kesehatan

Jakarta – Tekanan terhadap industri asuransi kesehatan tak hanya datang dari tingginya inflasi medis dan beban klaim, tetapi juga dari belum matangnya regulasi dan kesiapan infrastruktur digital.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengambil langkah korektif, yakni menunda implementasi Surat Edaran OJK No. 7 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan produk asuransi kesehatan yang semula dijadwalkan berlaku efektif per 1 Januari 2026.

“OJK akan menyusun POJK tentang penguatan ekosistem asuransi kesehatan sebagai tindak lanjut rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan OJK,” ungkap Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, Selasa (8/7).

Langkah ini menjadi sinyal bahwa SE OJK 7/2025, yang semula dirancang untuk mendorong transparansi manfaat, pengendalian biaya, hingga keharusan pre-approval dan struktur co-payment dalam produk asuransi kesehatan masih menemui tantangan besar di lapangan.

Baca juga: Premi Asuransi Komersial Cuma Tumbuh 0,88 Persen pada Mei 2025

Penolakan dan kekhawatiran datang dari berbagai pelaku industri, terutama terkait beban administratif, kesiapan rumah sakit rekanan, serta sistem digital yang belum seragam.

Sebagai gantinya, OJK akan menaikkan level pengaturan dari surat edaran menjadi Peraturan OJK (POJK), yang memiliki kekuatan hukum lebih kuat dan dapat memayungi desain ekosistem asuransi kesehatan secara lebih menyeluruh dan terstruktur.

Langkah lain yang tak kalah strategis dilakukan OJK adalah peluncuran database agen asuransi dan database polis asuransi yang resmi dirilis pada 30 Juni 2025.

“Ini bagian dalam upaya memperkuat infrastruktur data dan tata kelola industri asuransi nasional serta meningkatkan legalitas dan profesionalisme agen melalui sistem registrasi digital terintegrasi,” jelas Ogi.

Baca juga: Bos Infobank: Asuransi Bukan Sekadar Jualan Polis, tapi Solusi Nyata

Kehadiran Insurance Agent Registry dan Polis Insurance Database menjadi tonggak penting. Pasalnya, selama ini tidak ada satu sistem terintegrasi yang mampu melacak agen secara legal, aktif, dan bersertifikasi, maupun mengidentifikasi polis aktif yang beredar di pasar.

Kondisi ini menciptakan celah untuk praktik tak sehat, termasuk misselling, agen abal-abal, dan ketidakjelasan status polis.

Peluncuran dua database ini menjadi landasan awal untuk memperkuat pengawasan berbasis data dan menutup lubang kelemahan industri yang selama ini menjadi sorotan. (*) Alfi Salima Puteri

Galih Pratama

Recent Posts

Bank Mandiri Segarkan Komisaris, Pertebal Pengawasan di Tengah Ekspansi

Poin Penting Bank Mandiri merombak jajaran Dewan Komisaris melalui RUPSLB 19 Desember 2025 dengan menunjuk… Read More

11 hours ago

Aliran Modal Asing Masuk RI Rp0,24 Triliun di Pekan Ketiga Desember 2025

Poin Penting Modal asing masuk Rp0,24 triliun ke Indonesia pada pekan ketiga Desember 2025, terutama… Read More

18 hours ago

Simak Nih! 5 Tips Jaga Keamanan Bertransaksi Digital di Momen Nataru

Poin Penting Pemerintah memproyeksikan lonjakan transaksi digital seiring tingginya aktivitas belanja masyarakat selama libur Natal… Read More

23 hours ago

Danantara Bersama BP BUMN dan BTN Kerahkan Bantuan untuk Korban Banjir Sumatra

Poin Penting Danantara Indonesia dan BP BUMN mengerahkan 1.066 relawan serta 109 armada truk melalui… Read More

2 days ago

Ini Komitmen Bank INA Dukung Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat

Bank INA dan Indomaret salurkan 250 paket nutrisi di Depok untuk mencegah stunting. Program CSR… Read More

2 days ago

Intip Gerak Saham Indeks INFOBANK15 Sepekan di Tengah Koreksi IHSG

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,10 persen ke level 8.609,55 pada Jumat (19/12). Indeks INFOBANK15… Read More

2 days ago