Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) berhasil mencatatkan laba di tahun 2022 mencapai Rp51,4 triliun atau tumbuh 67% secara yoy, tertinggi sepanjang sejarah perbankan. Direktur Utama BRI mengaku, sejumlah faktor pendorong pencapaian laba BRI pada 2022 yang tak lepas dari strategi respon yang tepat dalam menghadapi berbagai tantangan.
“Adapun kunci keberhasilan BRI dalam menjaga bottom line perusahaan adalah karena keberhasilan BRI dalam melakukan berbaghai program efisiensi,” ujar Sunarso dalam Pres Conference Kinerja BRI 2022, Rabu, 8 Februari 2023.
Pertama, BRI berhasil melakukan efisiensi penekanan biaya dana atau cost of fund, melalui perbaikan funding structure. Dimana peningkatan dana murah atau CASA BRI meningkat signifikan menjadi 66,70% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 63,08%.
“Hal inilah yang kemudian berdampak pada penurunan biaya dana atau cost of fund bank, dari semula 2,05% di akhir Desember 2021 menjadi 1,87% di akhir tahun 2022,” jelas Sunarso.
Efisiensi ini, tercermin dari rasio BOPO, CER, dan CIR yang membaik dibandingkan periode sama tahun lalu. BOPO tercatat 69,10%, semakin baik dibandingkan BOPO pada akhir 2021 sebesar 78,54%. Rasio CER juga tercatat semakin membaik dari 50,25% di akhir 2021 menjadi 48,16% di akhir 2022 dan CIR semula 48,56% menjadi 47,38%, yang artinya semakin efisien.
“Di samping itu, membaiknya kualitas kredit yang disalurkan memberikan dampak positif terhadap efisiensi yang dilakukan oleh perseroan. Dampaknya, BRI berhasil menurunkan Cost of Credit dari 3,78% di akhir 2021 menjadi 2,55% pada akhir 2022,” ungkapnya.
Kedua, pendapatan berbasis komisi atau fee based income yang tumbuh double digit yang merupakan buah dari transformasi digital. Tercatat, pada akhir Desember 2022 BRI berhasil menghimpun pendapatan berbasis komisi senilai Rp18,80 triliun atau tumbuh 10,16% yoy, sehingga fee to income ratio mencapai 11,37%.
”Pendapatan berbasis komisi memberikan kontribusi yang masif terhadap kinerja BRI secara keseluruhan,” katanya.
Ketiga, Sunarso menjelaskan bahwa BRI terus mengoptimalkan upaya recovery. Hal tersebut tercermin dari Recovery Rate BRI tahun 2022 yang mencapai sebesar 59,12%. Sehingga pendapatan recovery BRI pada akhir 2022 meningkat sebesar 33,59% yoy.
Disamping itu, pendapatan bunga, khususnya besaran NIM (Net Interest Margin) bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja, khususnya pencapaian laba BRI. “Berdasarkan data historis BRI tidak ditemukan korelasi positif antara besaran NIM dengan pencapaian laba BRI,” imbuh Sunarso.
Namun, Sunarso menjelaskan, faktor utama yang mempengaruhi laba BRI adalah pertumbuhan volume kredit dan juga peningkatan jumlah nasabah yang dilayani, terutama nasabah mikro.
Hal tersebut, ditunjukkan dari data NIM BRI (bank only) pada Tahun 2008 sebesar 10,18%, dengan pencapaian laba hanya sebesar Rp5,96 triliun. Saat itu jumlah nasabah pinjaman sekitar 5 juta dan volume kredit hanya sebesar Rp161,06 triliun.
Lain halnya pada tahun 2022, laba BRI (bank only) justru meningkat pesat menjadi Rp47,83 triliun disaat NIM BRI telah turun 33,20% dari posisi Tahun 2008. Peningkatan laba BRI Tahun 2022 tersebut lebih disebabkan oleh pertumbuhan jumlah nasabah mikro yang telah naik lebih dari 3 kali lipat menjadi lebih dari 15 juta nasabah.
“Demikian halnya volume kredit telah tumbuh lebih dari 6 kali lipat menjadi Rp1.029,80 triliun jika dibandingkan dengan posisi tahun 2008,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra