Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan) di Jakarta, Kamis, 4 September 2025. (Foto: Steven Widjaja)
Jakarta – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan agar ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dinaikkan. Usulan ini diajukan sebagai alternatif dari wacana skema bagi hasil PPh 21 berdasarkan wilayah domisili pekerja.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai bahwa skema tersebut tidak adil karena seringkali ada perbedaan antara lokasi domisili dan lokasi bekerja.
“Kalian kerjanya di Bekasi misalnya, rumahnya di Tangerang. Lalu, PPh 21 itu nanti bagi hasilnya setelah dikumpulkan ke Menteri Keuangan, itu akan di-share ke Tangerang. Padahal, kalian kerjanya di Bekasi, itu gambarannya,” jelas Bhima saat konferensi pers di Jakarta, Kamis, 4 September 2025.
Bhima menjelaskan, terdapat 7,6 juta pekerja di Indonesia yang berstatus commuter, yakni bekerja di wilayah berbeda dengan tempat tinggal. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja formal yang membayar PPh 21.
“Nah, ini tak sesuai dengan tuntutan publik. Publik itu menuntutnya apa? Menuntutnya adalah penghasilan tidak kena pajak atau PTKP itu dinaikin,” cetusnya.
Baca juga: Karyawan Bergaji di Bawah Rp10 Juta Bebas Pajak Penghasilan, Apa Saja Kriterianya?
Menurutnya, ambang batas PTKP saat ini sebesar Rp4,5 juta per bulan terlalu rendah, sehingga kelas menengah berpenghasilan hingga Rp7 juta per bulan tetap terkena PPh 21.
Bhima menilai, menaikkan ambang batas PTKP lebih tepat karena dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Dengan begitu, ruang belanja masyarakat atau disposable income menjadi lebih luas setelah kebutuhan pokok terpenuhi, sehingga roda perekonomian daerah bisa bergerak lebih cepat.
“Jadi, bukan bagi hasil PPh 21, karena ini tidak menjawab persoalan,” tegas Bhima.
Baca juga: Gubernur BI: Kenaikan PTKP Tingkatkan Daya Beli
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji skema bagi hasil PPh 21 berdasarkan domisili karyawan.
“Kami saat ini sedang melakukan exercise untuk melakukan bagi hasil berdasarkan domisili dari karyawan yang bersangkutan,” sebut Anggito dalam Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan agenda pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya, Selasa, 2 September 2025.
Menurut Anggito, langkah tersebut diambil untuk memenuhi aspirasi daerah yang meminta keadilan pembagian pajak. Namun, ia menegaskan skema itu tidak berlaku bagi PPh Badan.
“Untuk PPh Badan tidak dibagihasilkan. Jadi, pemungut di mana pun itu tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya,” imbuh Anggito.
Baca juga: Pemerintah Kaji Pemberian Insentif PPh 21 DTP untuk Industri Padat Karya
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), dana bagi hasil (DBH) PPh ditetapkan sebesar 20 persen untuk daerah.
DBH tersebut dibagikan kepada provinsi (7,5 persen), kabupaten/kota penghasil (8,9 persen), dan kabupaten/kota lain dalam provinsi yang sama (3,6 persen). (*) Steven Widjaja
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More