Ilustrasi pedagang daging di pasar tradisional. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Direktur Kebijakan Fiskal Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar mengkritik pendekatan program makan bergizi gratis (MBG) yang bersifat sentralistik.
Media mengungkapkan, pendekatan sentralistik, yang seluruhnya dikelola oleh pemerintah pusat dengan melibatkan penyedia pangan besar, terbukti tidak efisien dan menyebabkan roda perekonomian kurang bergerak di kalangan masyarakat kelas bawah.
Hal ini terlihat dari mulai terjadinya inflasi bahan pangan, seperti daging ikan, ayam ras, dan telur ayam.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional per 2 Oktober 2025, selama periode 1 Juni sampai 2 Oktober 2025, rata-rata harga daging ikan kembung naik 3,2 persen. Begitu juga harga daging ayam ras dan telur ayam, masing-masing naik 9,3 persen dan 2,9 persen.
“Kita bisa melihat tren, ada keganjilan dari harga komoditas selama beberapa minggu terakhir. Daging ayam ras itu meningkat signifikan sejak Agustus. Bahkan, kalau bapak ibu pergi ke beberapa kota di Indonesia, harganya sudah di atas Rp50.000,” ujar Media saat acara konferensi pers launching platform MBG Watch di Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025.
Baca juga: Anggaran MBG Terancam Dipangkas, Celios Usul Alihkan ke BST dan BSU
Media menjelaskan, salah satu penyebab inflasi bahan pangan ini adalah adanya shock permintaan. Dapur-dapur besar MBG yang mengambil ayam langsung dari peternak besar memicu kelangkaan stok daging pada pedagang kecil di pasar tradisional.
“Kalau terjadi kelangkaan di pasar, implikasinya adalah harga pasti akan naik. Jadi, yang terpukul adalah pedagang tradisional, pedagang kecil. Di samping itu, terjadi pula penurunan permintaan,” sebut Media.
Penurunan permintaan tersebut disebabkan menurunnya kebutuhan orang tua untuk memasak daging bagi anaknya, karena pola mindset sudah ada makanan dari program MBG. Kondisi ini kembali memengaruhi pendapatan pedagang kecil di pasar tradisional.
“Anggapan bahwa MBG melewati proses yang inklusif itu tak terbukti sejauh ini. Secara agregat kita tahu bahwa pemain besar secara ekonomi pasti akan berhubungan dengan pemain besar. Ini akan melemahkan pemain kecil di rantai pasok pelaksanaan MBG,” sambung Media.
Media menyampaikan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan program MBG sudah diproyeksikan sejak sebelum program ini berjalan pada akhir tahun lalu.
Celios pernah mengusulkan agar skema penyaluran MBG diserahkan langsung ke sekolah dan komunitas.
“Bahkan, kalau tak mau diserahkan ke sekolah atau komunitas, ganti cash saja. Kemudian, uangnya bisa langsung masuk ke orang tua, dan bisa digunakan oleh orang tua untuk anaknya,” tegasnya.
Baca juga: Koperasi Kini Bisa Kelola Tambang Mineral dan Batu Bara
Celios menganalisa, bila MBG diganti bantuan tunai kepada siswa melalui orang tua/wali, setiap orang tua/wali dapat menerima Rp50.000 per hari. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan harga per porsi MBG saat ini sebesar Rp10.000.
“Kalau MBG ini diganti dengan cash, jumlah yang diterima oleh masyarakat miskin itu bisa mencapai Rp50.000 perhari. Mana yang akan dipilih?” tukas Media. (*) Steven Widjaja
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More
Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More
Poin Penting Menhut Raja Juli Antoni dikritik keras terkait banjir dan longsor di Sumatra, hingga… Read More
Poin Penting Roblox resmi ditunjuk DJP sebagai pemungut PPN PMSE, bersama empat perusahaan digital lainnya.… Read More
Poin Penting PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan kolaborasi lintas sektor (pemerintah, dunia usaha, investor,… Read More
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More