Jakarta – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan bahwa kinerja APBN 2025 mengalami penurunan, bahkan lebih buruk dibandingkan kinerja APBN 2022. Hal ini dapat dilihat dari penerimaan negara maupun realisasi pajak.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengungkapkan jika penerimaan negara maupun realisasi pajak tahun ini kompak mengalami penurunan.
“Kalau kita lihat, dibandingkan dengan periode yang sama hingga Mei 2025, pertumbuhan penerimaan negara itu masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2023, 2024, bahkan 2022. Begitu juga dengan pertumbuhan pajak,” ujar Nailul saat konferensi pers di Jakarta, Kamis, 4 September 2025.
Penerimaan negara Indonesia mengalami kontraksi 10 persen di Mei 2025. Kontraksi ini terjadi sejak Januari 2025. Pada Januari lalu, kontraksi penerimaan negara mencapai minus 30 persen.
Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Tahun Depan Tak Ada Kenaikan Tarif Pajak
Sedangkan di Mei 2022, penerimaan negara bertumbuh sekitar 50 persen. Kemudian, pada Mei 2023 pertumbuhan penerimaan negara mengalami perlambatan 10 persen. Pada Mei 2024, penerimaan negara kembali terkontraksi 9 persen.
Tren penurunan juga terjadi di sisi realisasi dan pertumbuhan pajak, di mana pertumbuhan realisasi pajak Indonesia konstan menurun dari 55,8 persen pada 2022 menjadi 38,23 persen di 2024. Kemudian, kembali menurun 31,21 persen hingga Mei 2025.
Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah menunjukkan dinamika pertumbuhan dari 34,57 persen pada 2022 menjadi 32,83 persen di 2023. Kemudian, naik menjadi 34,44 persen pada 2024, dan kembali turun 28,06 persen di Mei 2025.
Menurut Nailul, pelemahan penerimaan negara maupun realisasi pajak tak bisa dilepaskan dari penurunan kepercayaan masyarakat atas pengelolaan pajak.
“Nah, ini kenapa terjadi? Ada masalah Coretax di sini, ada masalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pajak. Ini yang menyebabkan pertumbuhan pajak sampai Mei itu masih minus,” sebut Nailul.
“Realisasi pajak di 2025 hingga Mei itu hanya 31,21 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 48 persen, tahun kemarin 38 persen itu hanya sampai Mei. Begitu juga dengan realisasi belanja yang mengalami penurunan, ada efisiensi di sini,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa penurunan penerimaan dan pajak pemerintah menunjukkan kurangnya kinerja kementerian keuangan selama ini.
Baca juga: DJP Raup Rp40,02 Triliun dari Pajak Digital per Juli 2025
Di satu sisi, pemerintah melalui kementerian keuangan menargetkan pertumbuhan penerimaan pajak hingga 13 persen di 2026. Target ini dinilainya sangat ambisius. Mengingat, sudah tak ada lagi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) akibat ditariknya seluruh dividen BUMN ke BPI Danantara.
“Tumpuan utama penerimaan negara kita itu di pajak. Bagaimana mungkin Menkeu dengan kinerja yang boleh dibilang buruk ini harus mengemban penerimaan pajak 13 persen,” tukasnya. (*) Steven Widjaja










