Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo terus mencermati pergantian pimpinan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang dikhawatirkan akan memberikan dampak di pasar keuangan domestik, khususnya tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Kami mencermati pergantian pimpinan The Fed. Kalau belum ada kejelasan, bisa cukup bergejolak,” ujar Agus Marto, di Gedung BI, Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017.
Dia menilai, para pelaku pasar keuangan saat ini sudah tidak lagi dihantui dengan ketidakpastian normalisasi neraca keuangan The Fed, maupun rencana reformasi perpajakan yang akan dilakukan Presiden Donald Trump. Namun yang menjadi perhatian saat ini adalah pergantian pimpinan The Fed.
Terlebih, kata dia, kondisi geopolitik dan situasi di semenanjung Korea juga dikhawatirkan akan memberikan sentimen negatif terhadap mata uang rupiah. Namun terlepas dari hal tersebut, BI meyakini, bahwa sejauh ini kondisi perekonomian domestik masih cukup kuat dalam menahan gejolak yang terjadi di global.
“Indonesia secara umum menunjukan pemulihan. Semoga bisa lebih cepat menuju kesitu,” ucapnya.
Baca juga : Ini Cara BI Atasi Kesenjangan Sosial Ekonomi
Di sisi lain, lanjut dia, level rupiah yang saat ini berada pada kisaran Rp13.500 per dolar AS tersebut telah mencerminkan kondisi fundamental ekonomi yang sebenarnya. Namun, BI akan tetap melakukan langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, dengan tetap menjaga mekanisme pasar.
“Pergerakan rupiah sekarang kompetitif. Kami di BI selalu ingin kurs mencerminkan fundamentalnya. Kondisi sekarang Rp13.500, tentu lebih kompetitif bagi Indonesia,” tutup Agus. (*)