Jakarta – Pemerintah merevisi ketentuan mengenai impor barang kiriman melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023. Dalam PMK tersebut, pemerintah menambahkan jenis komoditas yang dikenakan tarif most favored nation (MFN).
Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan bahwa sebelumnya dalam PMK Nomor 199 tahun 2019, DJBC hanya mengenakan tarif MFN pada 4 komoditas saja. Dengan adanya PMK baru ini, maka total yang dikenakan tarif MFN sebanyak 8 komoditas.
“Perlu menambah 4 items ini karena kami melihat berdasarkan transaksi perdagangan melalui barang kiriman ini, khususnya seperti kosmetik yang impornya sangat tinggi. Inilah yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan industri dalam negeri,” jelas Fadjar dalam media briefing, Kamis 12 Oktober 2023.
Adapun berdasarkan PMK 199 Tahun 2019, tarif MFN yang dikenakan di antaranya, untuk tas dengan Harmonized System Code (HS Code) 4202 dikenakan bea masuk 15 – 20 persen. Buku dengan HS code 4901 sampai dengan 4904 dikenakan bea masuk 0 persen.
Produk tekstil dengan kode HS 616263 dikenakan bea masuk 15 persen, dan sepatu, dengan code HS 64, dikenakan bea masuk 25 – 30 persen.
Kemudian, dalam PMK 96 tahun 2023, menambahkan empat komoditas, yakni kosmetik dengan HS code 3303, 3304, 3305, 3306, dan 3307 dikenakan bea masuk 10 – 25 persen.
Lalu, besi baja dengan HS kode 73 dikenakan bea masuk 0 – 20 persen, sepeda dengan HS code 8711.60.92, 8711.60.93, 8711.60.94, 8711.60,95, 8711.60.99 dan 8712 dikenakan bea masuk 25 – 40 persen.
Ada juga jam tangan dengan HS code 9101 dan 9102 dikenakan bea masuk 10 persen.
Selanjutnya, untuk keseluruhan komoditas dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5 – 10 persen.
Fadjar mengungkapkan alasan sepeda dan jam tangan ditambahkan menjadi komoditas yang dikenakan MFN adalah karena berdasarkan statistik dua barang tersebut merupakan komoditas impor barang kiriman yang jumlahnya cukup tinggi.
Sementara, untuk besi dan baja dikenakan MFN untuk mengantisipasi adanya shifting importir, dari kargo umum ke barang kiriman.
Donny mengatakan, lahirnya PMK 96 tahun 2023 tersebut bertujuan salah satunya untuk mengurangi impor barang konsumsi dalam rangka melindungi industri di dalam negeri. Selain itu, DJBC juga melihat adanya indikasi praktik under invoicing atas barang kiriman, sehingga aturan yang lama perlu direvisi.
“Di samping itu juga volume impor yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan di mana kita lihat tahun 2018 itu meningkat tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Sebagai informasi, impor barang kiriman dengan nilai pabean melebihi FOB USD3 sampai dengan FOB USD1500 dikenakan single tarif bea masuk sebesar 7,5 persen, sedangkan barang kiriman dengan FOB kurang dari USD3 dibebaskan dari pengenaan bea masuk. (*)
Editor: Galih Pratama