Cara BI Meredam Inflasi

Cara BI Meredam Inflasi

Jakarta – Kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam meredam inflasi dengan mengerek suku bunga acuannya telah menunjukan keberhasilan dan mencapai titik puncaknya. Setelah menaikan suku bunga acuannya sebesar 225 basis poin (bps) sejak Agustus 2022 – Januari 2023 dari 3,5% menjadi 5,75%, kini BI telah memberi sinyal kuat untuk menahan tingkat bunganya di Februari 2023 tetap dilevel yang sama.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Februari 2023 mengatakan, kebijakan untuk menaikan suku bunga acuan sudah tidak diperlukan lagi, karena telah memadai dalam meredam inflasi.

“Kebijakan moneter kebijakan suku bunga selalu didasarkan dari prakiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan. Bahwa inflasi inti maupun inflasi indeks harga konsumen (IHK) menurun lebih cepat dari yang kita perkirakan. Sehingga, tidak perlu adanya suatu kenaikan lagi, Ini stance kebijakan moneter,” ungkap Perry.

Tercatat, pada Januari 2023 Indeks Harga Konsumen (IHK) menunjukkan inflasi sebesar 0,34% mtm atau 5,28% yoy, menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,51% yoy. Sedangkan, inflasi inti tercatat sebesar 0,33% mtm, meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,22% mtm, namun dilihat secara tahunan, inflasi inti Januari 2023 tercatat sebesar 3,27% yoy, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,36% yoy.

Kemudian, BI pun memproyeksikan, inflasi inti akan bergerak di level 3% atau tertinggi sebesar 3,6%, yang pada bulan sebelumnya diperkirakan 3,7%. “Jadi dengan realisasi Desember 2022 – Januari 2023, ini menunjukan inflasi inti bergerak lebih rendah dari yang diperkirakan, paling tinggi di semester I-2023 sebesar 3,6% dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya 3,7%,” jelas Perry.

Sedangkan, inflasi IHK akan kembali kepada sasarannya dibawah 4% atau paling tinggi sebesar 3,5% yoy pada semester II-2023. Setelah adanya pengaruh base effect dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di September 2022.

Dasar tersebut yang membuat BI yakin untuk menahan suku bunga acuannya berada pada level 5,57% di tahun 2023 ini atau sudah pada level yang memadai dalam menahan laju inflasi.

Senada, Praktisi Perbankan BUMN dan Peneliti Lembaga ESED Chandra Bagus Sulistyo mengatakan, level suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 5,75% sudah berada pada puncaknya. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia yang sudah terkendali. Di tahun 2022 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,31% secara yoy dan inflasi per Januari 2023 sebesar 5,28%.

“Saat ini kondisi pertumbuhan ekonomi sudah mulai terkendali, inflasi sudah terjaga sehingga dengan kondisi suku bunga saat ini di level 5,75% dianggap oleh  pemerintah sudah bisa menstabilkan perekonomian,” ujar Chandra.

Selain itu, BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023 akan mencapai dikisaran 4,5% – 5,3% yoy atau bisa mencapai 5,1%, namun hal itu bisa dicapai jika ekspor ke China dan konsumsi swasta melonjak, dengan memanfaatkan momentum pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia Januari 2023 mencapai US$22,31 miliar, meskipun menurun sebesar 6,36% secara bulanan (mtm). Namun, dilihat secara tahunan, ekspor Indonesia meningkat 16,37% atau sebesar US$19,17 miliar di Januari 2022, dibandingkan dengan Januari 2023.

Sementara itu, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2022 tetap solid dan mampu menopang ketahanan eksternal Indonesia. NPI pada triwulan IV-2022 mencatat surplus US$4,7 miliar, meningkat dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang defisit US$1,3 miliar. Meskipun secara yoy, NPI mecatatkan penurunan tajam dari surplus US$13,460 miliar di 2021 menjadi surplus US$3,999 miliar di 2022.

Namun, Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, penurunan NPI secara tahunan tersebut perlu diwaspadai bila dilihat yang menjadi sumber utama NPI adalah kenaikan ekspor komoditas akibat disrupsi rantai pasok, imbas dari geopolitik.

Menurutnya, NPI mengalami surplus di tahun 2022 tetapi diluar kenormalan, dimana surplus berasal dari perdagangan barang yang disebabkan oleh windfall profit dari kenaikan harga yang tidak akan bertahan lama.

Disisi lain, BI juga mengeluarkan aturan baru terkait pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) melalui implementasi operasi moneter valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai dengan mekanisme pasar. Dimana penempatan dana DHE tersebut harus di parkir di perbankan domestik kepada BI yang mulai berlaku pada 1 Maret 2023. Hal ini tentunya, akan semakin memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation). (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News