Jakarta – Bank Indonesia (BI) kembali menaikan suku bunga acuannya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2022 sebesar 50 bps menjadi 5,25%. Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, efek dari kenaikan suku bunga yang cukup agresif ini akan berdapak terhadap sektor riil yang mengakibatkan perlambatan ekonomi.
“Ini perlu diperhatikan ya efeknya ke sektor riil karena bank juga akan melakukan penyesuaian suku bunga pinjaman lebih cepat, bahkan sebelum 2023 suku bunga akan berlomba mengalami kenaikan,” ungkap Bhima saat dihubungi Infobank, Jumat, 18 November 2022.
Sehingga, efek lanjutan dari kenaikan suku bunga akan berpengaruh terhadap permintaan kredit dan juga kesiapan dari pelaku usaha. Masalahnya, tidak semua pelaku usaha dalam situasi meningkatkan biaya bahan baku dan biaya operasional karena efek dari inflasi dan pelemahan daya beli masyarakat, meskipun, pelaku usaha sudah siap menghadapi kenaikan tingkat suku bunga.
“Yang terjadi mungkin pelaku usaha akan melakukan penundaan ekspansi dibandingkan membayar pinjaman bunga yang jauh lebih mahal,” ujar Bhima.
Kemudian, efek dari kenaikan suku bunga juga akan berpengaruh terhadap kredit yang sifatnya adalah kredit konsumsi seperti KPR dan kredit kendaraan bermotor proyeksinya juga akan mengalami perlambatan pertumbuhan.
“Dari sisi perbankan kalau suku bunganya naik maka risiko kreditnya juga akan meningkat, dibandingkan khawatir risiko kredit meningkat bank akan jauh lebih selektif memilih calon debitur. Misalnya, yang mau mengajukan KPR mungkin akan diseleksi lebih ketat lagi,” jelasnya.
Selain itu, Bhima juga memproyeksikan di tahun 2023, BI masih akan menaikan tingkat suku bunganya dua sampai tiga kali lagi. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra