Poin Penting
- Mayoritas responden memilih sumber pembiayaan berdasarkan kecepatan pencairan dan kemudahan persyaratan, bukan tingkat suku bunga.
- Dalam kondisi mendesak, 39,05 persen responden memilih meminjam ke keluarga, diikuti pindar (29,37 persen) dan teman (19,74 persen).
- Meski bunga pindar dinilai tinggi, 96,85 persen peminjam tetap mampu membayar cicilan, dan sebagian besar merasa puas.
Jakarta – Hasil survei Sumber Pembiayaan dan Perilaku Peminjam di Indonesia menunjukkan tingkat suku bunga bukanlah pertimbangan utama masyarakat ketika mengajukan pinjaman. Masyarakat lebih menguatamakan kecepatan pencairan serta kemudahan proses dan persyaratan.
Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Research Institute memaparkan, dalam memilih sumber pembiayaan, mayoritas responden lebih mempertimbangkan kecepatan pencairan dana dan kemudahan persyaratan. Sekitar 73,5 persen responden memilih meminjam ke pinjaman daring (pindar) karena faktor kecepatan pencairan dana.
Sementara, 62,5 persen responden mengungkapkan memilih untuk meminjam dari perusahaan tempat bekerja, pegadaian (59,1 persen), dan rentenir (45,0 persen) dengan pertimbangan kemudahan persyaratan. Pertimbangan utama itu bisa jadi mencerminkan adanya kebutuhan dana mendesak, sehingga mereka tidak terlalu memikirkan suku bunga atau biaya pinjaman.
Hasil survei juga menunjukkan, meminjam uang ke sanak famili atau keluarga masih menjadi pilihan utama responden ketika dan kebutuhan dana mendesak (39,05 persen). Lalu sebanyak 29,37 persen memilih pindar dan 19,74 persen meminjam ke teman. Sedangkan perbankan menjadi pilihan keempat (8,45 persen).
Baca juga: Hindari Pinjol Ilegal, Ini Daftar 95 Pindar Resmi OJK per Desember 2025
Terkait besaran suku bunga, sebanyak 51,08 persen responden merasa bunga pinjaman yang mereka bayarkan tergolong cukup rendah dan tidak memberatkan. Sumber pembiayaan seperti bank, perusahaan atau koperasi pegawai, atau pegadaian/LKBB secara umum dipersepsikan memiliki bunga yang rendah.
Mayoritas responden dari ketiga sumber ini menyatakan bunga yang dikenakan cukup rendah, dengan persentase masing-masing 65,52 persen untuk bank, 64 persen untuk perusahaan, dan 77,42 persen untuk pegadaian. Sebaliknya, untuk rentenir dan pindar, mayoritas responden merasa bahwa suku bunganya cukup tinggi dan membebani (masing-masing 60,87 persen dan 56,17 persen).
Walaupun bunga pindar dipersepsikan tinggi dan membebani, masyarakat tetap memilih layanan ini dan sebagian besar menyatakan puas dengan pindar. Sementara Bank dan Lembaga Keuangan non-Bank seperti Pegadaian, meskipun dipersepsikan berbunga rendah, tidak menjadi pilihan utama karena dianggap memiliki persyaratan yang tidak mudah.
Meskipun bunga Pindar dipersepsikan tinggi tetapi hampir seluruh peminjam pindar (96,85 persen) mampu membayar cicilan pokok dan bunga secara lancar 62,52 persen atau minimal kurang lancar (34.33 persen).
“Meskipun bunganya dipersepsikan tinggi, mayoritas responden menyatakan mampu membayar cicilan pokok dan bunga secara lancar. Meskipun terdapat kelompok peminjam yang cukup besar mengaku pembayarannya tidak begitu lancar, tapi mereka masih mampu membayar. Yang mengatakan cicilan macet itu hanya sekitar 3 persen,” papar Piter di Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025.
Baca juga: Dugaan Kartel Pindar Dinilai Nyaris Mustahil oleh Ahli Hukum
Sebagai gambaran, survei ini dilakukan Segara Research Institute pada Juni-Juli 2025 dengan melibatkan 2.119 responden di 20 kabupaten dan kota di 7 Provinsi di Indonesia. Survei ditujukan untuk memotret perilaku peminjam dalam memilih sumber-sumber pembiayaan, termasuk diantaranya mendalami pengaruh faktor suku bunga dan non suku bunga terhadap pilihan sumber pembiayaan dan kelancaran pembayaran kembali oleh peminjam.
Responden survei umumnya berusia antara 21 – 30 tahun (60,43 persen), berstatus tidak/belum kawin (63 persen), dan mayoritas berpendidikan SMA atau bahkan sarjana. Pekerjaan responden yang terbanyak adalah karyawan/buruh (28,47 persen), diikuti oleh pengelola UMKM (26,11 persen) dan bekerja mandiri (18,56 persen).
Mayoritas responden berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan (85,18 persen), antara Rp5 juta sampai dengan Rp10 juta ( 12,54 persen), dan di atas Rp10 juta (2,28 persen). (*) Ari Astriawan










