Jakarta – Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu menilai, wacana penawaran perdana saham (initial public offering/IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk menjadi perusahaan yang terdaftar di lantai bursa, merupakan langkah positif, yang nantinya akan menjadikan PGE sebagai perusahaan berkinerja baik, efisiensi dan transparansi.
“Secara logika, dengan menjadi emiten, tentu kinerja, transparansi, dan efisiensi PGE akan meningkat. Jika ada yang mengkaitkan IPO PGE ini seolah sebuah langkah privatisasi, maka tentu itu tidak tepat karena yang dilepas tidak lebih dari 25%,” ujar Aldian seperti dikutip 16 Februari 2023.
Dirinya pun mengajak agar masyarakat bisa lebih objektif dan tidak tendensius sehingga tidak mudah disulut dengan isu privatisasi yang tidak logis. Apalagi, lanjutnya, terdapat beberapa poin yang jika dicermati dengan akal sehat, justru memperlihatkan bahwa IPO PGE merupakan langkah positif perusahaan.
Poin pertama, jelas Adian, jumlah saham yang dilepas hanya 25%. Tidak sampai setengah. Komposisi tersebut menunjukkan, bahwa pemegang saham mayoritas masih tetap berada di tangan Pertamina. Dengan demikian, seluruh garis kebijakan organisasi, juga tetap di bawah kendali Pertamina yang notebene Badan Usaha Milik Negara.
“Logikanya saja, bagaimana mungkin publik sebagai pemilik 25% saham, bisa mengambil alih dari Pertamina yang masih memiliki mayoritas saham, yaitu 75%? Tolong tunjukkan hitung-hitungannya kalau memang 25% bisa mengambil alih yang 75%,” tegas Adian.
Poin kedua, imbuhnya, adalah prinsip transparansi bersifat mandatori bagi emiten. Dengan prinsip tersebut, tidak ada celah bagi PGE untuk menutup-nutupi atau merekayasa laporan keuangan. Artinya, semua serba fair. Setiap transaksi akan terlihat dan diawasi. Jika terdapat upaya kecurangan tentu bisa dengan mudah terbaca oleh publik.
“Yang seperti ini, bagus atau tidak? Sehat atau tidak? Makanya kalau ada yang menolak IPO PGE, tentu dipertanyakan movitasi pihak tersebut,” tambah Adian.
Ketiga, kata dia, bahwa perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi, yang notabene merupakan backbone energi baru terbarukan (EBT), PGE membutuhkan dana tidak sedikit. Dan salah satu sumber pendanaan tersebut, adalah melalui IPO. “Jangan lupa bahwa dengan IPO, PGE tidak perlu membayar kewajiban pembayaran utang. Yang dilakukan hanya sharing keuntungan dengan investor,” paparnya.
Keempat Perusahaan Panas Bumi yang beroperasi di Indonesia tidak hanya PGE tetapi ada juga perusahaan swasta lainnya dengan total pengusahaan tidak kurang dari 49 perusahaan termasuk perusahaan swasta. Dari data itu maka isu swastanisasi tentu semakin tidak berdasar karena perundang-undangan memang membuka peluang bagi pihak swasta untuk mengelola panas bumi tidak hanya saham saja.
Adian menduga, penolakan terhadap proses penawaran perdana saham PGE terlalu tendensius dan berlebihan. Penolakan tersebut juga bisa saja ditumpangi kepentingan yang ingin mendiskreditkan BUMN bahkan pemerintah menuju 2024. “Apalagi jika IPO ini dipolitisir seolah penjualan aset negara pada swasta tentu tuduhan yang tidak objektif dan berpotensi ditunggangi,” ungkapnya. (*)