Poin Penting
- BRI rebranding jadi bank universal disertai transformasi bisnis dan budaya kerja.
- UMKM tetap menjadi fokus utama, meski BRI memperkuat segmen lain.
- Citra BRI diubah agar lebih modern, relevan, dan inklusif untuk semua segmen.
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) melakukan corporate rebranding menjadi bank yang lebih universal pada Selasa, 16 Desember 2025. Rebranding ini bukan sekadar perubahan logo, tetapi juga dibarengi transformasi fundamental bisnis.
Menurut Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, melalui rebranding ini BRI ingin mengubah persepsi masyarakat terhadap perseroan. Transformasi tersebut juga mencakup perubahan budaya kerja untuk menciptakan sustainability performance.
Budaya kerja yang dinamakan Brilian Way itu meliputi integrity, collaborative, capability, growth mindset, dan customer focus.
Di saaat bersamaan, perseroan juga melakukan pembenahan dari sisi struktur pendanaan dan memperkuat funding franchise. Sementara dari sisi bisnis, BRI tetap menjadikan segmen mikro dan UMKM sebagai fokus utama, namun juga memperkuat positioning di segmen lainnya.
“Untuk menjadi bank yang universal, BRI harus membangun brand yang relevan, terdiferensiasi, dan konsisten di seluruh platform. Jadi kita ingin relevan, ingin distinctive, dan juga konsisten,” kata Hery dalam Launching Corporate Branding BRI di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025.
Baca juga: BRI Perluas Layanan ke Pelosok dengan 7.405 Kantor dan 1,2 Juta AgenBRILink
Hery menjelaskan, berdasarkan riset Kantar, Kadence, dan Nielsen, BRI dinilai perlu melakukan rebranding agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Setidaknya terdapat tujuh insight brand BRI yang muncul dari hasil studi tersebut. Pertama, BRI dipercaya dan mudah diakses, tetapi terlalu bergantung pada citra “merakyat”.
Kedua, muncul persepsi “tua” di segmen urban dan anak muda. Ketiga, layanan digital BRI dinilai belum aspiratif dan menarik. Keempat, koneksi emosional dengan brand masih lemah.
Kelima, identitas brand belum sepenuhnya selaras dengan ekspektasi Gen Z. Keenam, terjadi ketidakselarasan sistematis di berbagai sub-brand. Arsitektur brand dinilai belum konsisten dan terukur.
“Dan yang terakhir adalah less consider di segmen urban. Barrier to entry ke segmen bisnis konsumer, kecil menengah, dan HNWI,” papar Hery.
Maka dengan rebranding ini, BRI ingin mengubah cara nasabah memandang perseroan. BRI ini dipersepsikan sebagai bank untuk semua orang, di mana pun mereka berada. Dari sebelumnya dipersepsikan sebagai bank yang hanya melayani masyarakat kecil dan kurang terlayani.
Baca juga: Sepak Terjang Febrio Kacaribu yang Diangkat Jadi Komisaris BNI
Selain itu, BRI juga ingin mengubah pendekatan dari sekadar melayani nasabah menjadi mendukung nasabah. Perseroan berupaya mendidik nasabah agar dapat mengambil keputusan keuangan yang lebih baik.
Hery menegaskan bahwa saat ini BRI hadir sebagai bank dengan identitas yang lebih jelas dan kuat di mata nasabah. Brand idea yang diusung adalah mendukung setiap ambisi nasabah di seluruh Indonesia.
“Kalau brand personality itu adalah tepercaya namun progresif, ambisius namun penuh rasa hormat, aspiratif namun praktis, universal namun personal. Dan terakhir adalah kelas dunia namun sangat Indonesia,” tegasnya.
Meski memperkuat fokus bisnis di segmen lain, Hery menegaskan BRI akan tetap menjaga porsi bisnis UMKM yang selama ini menjadi core business di kisaran 60 hingga 70 persen. Ke depan, seiring pertumbuhan segmen lainnya, porsi UMKM akan tetap dijaga di atas 40 persen.
Komitmen terhadap UMKM juga terefleksi dari dukungan BRI terhadap semua program pemerintah, termasuk makan bergizi gratis (MBG) dan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). (*) Ari Astriawan










