Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat pertumbuhan penyaluran kredit berkelanjutan sebesar 11,1% secara tahunan atau year-on-year (yoy). Angka tersebut bertambah menjadi Rp710,9 triliun pada akhir kuartal I 2023 dari yang sebelumnya Rp639,9 triliun per kuartal I 2022.
Dengan kinerja tersebut, BRI optimistis dapat menjadi market leader dalam penerapan Kredit berkelanjutan tersebut disalurkan pada berbagai sektor, diantaranya adalah segmen UMKM, energi terbarukan, hingga transportasi ramah lingkungan.
Adapun kontribusi segmen UMKM menjadi yang terbesar dengan persentase hingga 88,7% terhadap potofolio Kredit Kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) BRI atau setara Rp630,7 triliun.
Seperti diketahui, isu lingkungan sendiri masuk dalam top ten global risk dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Pemerintah Indonesia dalam hal ini berkomitmen untuk menurunkan sekitar 32% efek gas rumah kaca pada 2030.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan, BRI bersama-sama dengan seluruh stakeholder berupaya untuk merealisasikan target tersebut.
“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, namun harus berkolaborasi dengan seluruh stakeholder. Artinya ketika kita bicara green economy yang merupakan bagian dari sustainable finance, pasti ada kontribusi pemerintah, ada kontribusi dari sektor riil, ada kontribusi dari sektor keuangan, dan tidak kalah penting adalah ada juga kontribusi dari masyarakat secara umum,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu 14 Juni 2023.
Baca juga: Genjot Pembiayaan UMKM, BNI Komitmen Penuhi Target RPIM
Solichin juga menjelaskan, ekonomi hijau di Tanah Air perlu terus didorong. Dia memaparkan, bahwa portofolio sustainable finance 4 bank terbesar di Indonesia mencapai sekitar Rp1.290 triliun. Dari jumlah itu, porsi green project baru Rp326 triliun dan sisanya aspek sosial.
Oleh karena itu, dalam memandang ekonomi hijau yang lebih spesifik dari keuangan berkelanjutan, menurutnya bisa dilihat dari sisi aset maupun liabilitas. Dari sisi aset merupakan portofolio pinjaman yang bergantung pada demand. Dari sisi liabilitas akan menyangkut regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan yang sudah siap sekarang ini adalah green bond.
Sementara dari sudut pandang perbankan, harapannya ada insentif untuk menerbitkan green bond. Sebab, ketika bank menerbitkan green bond akan digunakan untuk membayar green project atau memutar ekonomi hijau.
“Nah green project itu pasti inginnya ada special interest. Kalau ingin pembiayaan green project makin cepat dengan potensi yang makin besar ke depan, mari sama-sama kita dukung dari seluruh stakeholder, agar nanti kalau perbankan menerbitkan green bond mendapatkan special interest, dapat diskon tidak harga premium seperti sekarang,” tutupnya. (*)