Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2024 mencatatkan surplus sebesar USD0,47 miliar, atau turun USD1,92 miliar dari surplus bulan sebelumnya yang mencapai USD2,39 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus selama 51 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Surplus neraca perdagangan Juli 2024 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama tahun lalu,” kata Amalia dalam Rilis BPS, Kamis ,15 Agustus 2024.
Adapun surplus neraca perdagangan Juli 2024 ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas sebesar USD2,6 miliar. Disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, serta besi dan baja.
Baca juga: Naik 6,55 Persen, Ekspor RI Tembus USD22,21 Miliar di Juli 2024
Sedangkan, neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukkan defisit sebesar USD2,13 miliar, utamanya komoditas penyumbang defisit, yaitu hasil minyak dan minyak mentah.
Sementara itu, tiga negara dengan surplus neraca perdagangan non migas terbesar bagi Indonesia, yaitu Amerika Serikat (AS) mengalami surplus sebesar USD1,27 miliar. Ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorisnya rajutan dan bukan rajutan.
Kemudian, India mengalami surplus sebesar USD1,23 miliar, didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja. Selanjutnya, Filipina mengalami surplus USD0,74 miliar, dengan komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Selain itu, untuk tiga negara yang mengalami defisit terbesar, yaitu Tiongkok defisit sebesar USD1,70 miliar dengan komoditas utamanya mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, serta kendaraan dan bagiannya.
Baca juga: Sandiaga Uno Targetkan Nilai Ekspor Industri Kreatif Tembus USD28 Miliar
Selanjutnya, Australia mengalami defisit sebesar USD0,60 miliar dengan komoditas bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan/permata, serta biji loga, terak, dan abu.
Adapun, Thailand mengalami defisit sebesar USD0,40 miliar, dengan komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, instrument optic, fotografi, sinematografi, dan medis, serta bahan kimia organik. (*)
Editor: Galih Pratama