Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran masyarakat yang diukur oleh Gini Ratio. Pada September 2015, BPS mencatat angka Gini Ratio mencapai angka 0,40.
“Angka ini menurun sebesar 0,01 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,41. Ini menandakan ketimpangan orang kaya dan miskin di Indonesia semakin rendah,” kata Kepala BPS, Suryamin, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin 18 April 2016.
Gini Ratio selama ini digunakan pemerintah untuk mengukur ketimpangan pengeluaran di suatu wilayah. Hasilnya, akan menjadi salah satu acuan pemerintah dalam pengambilan kebijakan dalam bidang perekonomian.
Menurut Suryamin, Gini Ratio dibagi atas tiga level, yaitu level pertama pada angka 0-0,3 yang disebut dengan ketimpangan rendah. Level kedua 0,3-0,5 yang disebut sebagai ketimpangan menengah, dan level ketiga yaitu 0,5 ke atas yang berarti ketimpangan tinggi.
Suryamin menjelaskan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio pada September 2015 adalah sebesar 0,40. Angka ini menurun sebesar 0,01 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,41.
Dia menyebutkan, Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 0,42, turun sebesar 0,01 poin dibanding Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,43. Sementara Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2015 sebesar 0,33 relatif tidak berubah dibanding Gini Ratio pada Maret 2015.
Adapun distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah, menurut Suryamin, pada periode Maret 2015–September 2015 menunjukkan indikasi yang membaik, yaitu meningkat dari 17,10 persen pada Maret 2015 menjadi 17,45 persen pada September 2015.
Sementara di daerah perkotaan, distribusi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah pada periode Maret 2015-September 2015 juga menunjukkan perbaikan, yaitu meningkat dari 15,83 persen pada Maret 2015 menjadi 16,39 persen pada September 2015.
“Hal yang sama juga terjadi di daerah perdesaan, dimana distribusi pengeluarannya meningkat dari 20,42 persen pada Maret 2015 menjadi 20,85 persen pada September 2015,” jelas Suryamin.
Menurunnya angka Gini Ratio di pedesaan itu, lanjut Suryamin, terjadi gap penghasilan di perdesaan tidak terlalu besar. Dia menyebutkan, penyebab utama turunnya indeks gini ratio, di antaranya, karena kenaikan upah buruh pertanian dan upah buruh bangunan.
“Untuk upah buruh pertanian dari Maret 2015 ke September 2015 baik 1,21 persen. Sedangkan upah buruh bangunan naik 1,05 persen,” ujarnya. (*)
Editor: Apriyani K