Yogyakarta – Industri bank perkreditan rakyat (BPR) masih eksis. Ruang bagi BPR untuk tumbuh masih cukup besar. Hanya saja, agar pertumbuhan BPR maksimal, keberpihakan regulator kepada industri ini perlu ditingkatkan.
Joko Suyanto, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) menegaskan, regulasi dan industri merupakan satu paket. Keduanya harus berjalan selaras agar industrinya tumbuh dengan baik dan sehat, sehingga bisa semakin berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
“Tantangan industri BPR itu ada internal, eksternal, dan regulasi. Dari sisi regulasi, BPR ini bank, regulasinya ketat, tapi regulator juga harus memahami, regulasi perlu dinamis karena market sekarang sudah mengalami perubahan,” kata Joko, dalam sambutannya di acara BPR Award Infobank 2018, di Yogyakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Baca juga: BPR Dalam Pusaran Revolusi Industri 4.0
Di tengah berbagai tantangannya, Joko mengakui jika industri BPR harus melakukan perbaikan dan penguatan, misalnya dari sisi permodalan dan tata kelola. Namun, sebagai bank, pendekatan yang dilakukan regulator dalam mengatur dan mengawasi industri BPR tidak bisa menyamakannya dengan bank umum.
Sementara, Indra Yuheri, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Regional III (Jateng & DIY) menuturkan, regulator sudah memiliki rencana jangka panjang untuk pengembangan industri BPR ke depan. Dia bilang, ada tiga hal pokok yang sekarang ini menjadi perhatian regulator terhadap industri BPR, yakni menjadikan BPR kuat, produktif, dan berdaya saing.
“Ketiga hal ini penting dalam kerangka menciptakan kestabilan sistem keuangan,” tukasnya. (Ari Nugroho)