Analisis

BPR Berbasis Digital, Mengapa Tidak?

Aneka Tantangan

Lantas, tantangan apa saja bagi BPR di masa mendatang? Satu, meningkatkan modal. Bagi bisnis perbankan, modal merupakan perisai untuk sanggup melakukan antisipasi terhadap berbagai risiko, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan risiko likuiditas. Di samping itu, modal juga merupakan pilar utama bagi bank untuk mengerek daya saing dalam menjalankan bisnis.

Menurut Michel Crouhy, Dan Galai, & Robert Mark (2000), modal merupakan bantal yang memberikan perlindungan terhadap aneka risiko yang melekat pada bisnis suatu institusi. Risiko itu akan mempengaruhi keamanan dana deposito, kredit yang dikucurkan dan institusi bersangkutan. Modal ini bertujuan untuk memberikan kepercayaan kepada deposan, pemberi pinjaman dan pemangku kepentingan (stakeholders).

Oleh karena itu, BPR suka tak suka wajib menggenjot modal sehingga lebih trengginas di tengah persaingan yang semakin sengit. Sebaliknya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah saatnya untuk menaikkan kecukupan modal minimum BPR. Hal itu bertujuan agar BPR semakin sanggup dalam menangkis potensi risiko yang timbul.

Dua, bersedia melakukan konsolidasi. Bagi BPR yang tidak mampu memenuhi kecukupan modal minimum sudah semestinya bersedia untuk melakukan merger atau diakuisisi oleh BPR lainnya.

Dari sisi pengawasan, jumlah BPR yang lebih kecil akan lebih memudahkan bagi OJK untuk melakukan pengawasan lebih efektif. Data menunjukkan bahwa saat ini terdapat 1.619 unit dan 6.124 kantor BPR di seluruh Indonesia per Mei 2017. Sudah barang tentu, jumlah BPR yang begitu banyak membuat OJK mengalami kesulitan dalam melakukan pengawasan secara rutin sekali pun hanya setiap tahun. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan jumlah pengawas.

Tiga, meningkatkan kualitas kredit. Sungguh memprihatinkan ternyata kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BPR memburuk dari 6,45% per Mei 2016 menjadi 6,95% per Mei 2017 jauh di atas ambang batas 5%. Ingat bahwa semakin tinggi NPL, akan semakin tinggi pula cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Apa risikonya? Risikonya, cadangan itu akan menekan laba tahun berjalan dan bahkan dapat menggerus modal.

Untuk itu, BPR mau tak mau harus segera melakukan restrukturisasi kredit. Selain itu, BPR perlu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam bidang perkreditan, audit, kepatuhan, dan manajemen risiko. Hal itu dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan bank pelat merah yang telah banyak makan garam.

Page: 1 2 3 4

Apriyani

Recent Posts

Bos Bangkok Bank Ungkap Alasan di Balik Akuisisi Permata Bank

Bangkok – Indonesia dianggap sebagai pasar yang menarik bagi banyak investor, khususnya di kawasan Asia… Read More

12 hours ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, BI Siapkan Dua Kebijakan Ini

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung program pembangunan 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto yang… Read More

13 hours ago

Koperasi Konsumen Bank Nagari jadi Role Model Holdingisasi Koperasi

Padang - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono mengapresiasi kinerja Koperasi Konsumen Keluarga Besar (KSUKB)… Read More

13 hours ago

BI Perpanjang Keringanan Bayar Tagihan Kartu Kredit hingga 30 Juni 2025

Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit hingga… Read More

14 hours ago

BSI Hadirkan Literasi Digital di Sejumlah Mal Jabodetabek

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) semakin mendekatkan SuperApp BYOND kepada masyarakat luas,… Read More

15 hours ago

Sempat Menguat, IHSG Ditutup Merosot 0,55 Persen

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (21/11) ditutup anjlok ke level… Read More

17 hours ago