Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Bimo Wijayanto
Poin Penting
Jakarta – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Bimo Wijayanto buka suara terkait batas waktu penundaan penerapan pajak e-commerce.
Bimo menyatakan, kebijakan tersebut masih menunggu kondisi perekonomian domestik yang dinilai tepat, sejalan dengan arahan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
Bimo menjelaskan, prinsip dasar sistem perpajakan Indonesia tetap mengedepankan mekanisme self-assessment. Artinya, Wajib Pajak memiliki tanggung jawab untuk menghitung, melaporkan, dan membayar pajak secara mandiri sesuai kemampuan ekonominya.
Baca juga: Purbaya: Kalau Semua Gratis, Pendapatan Pajak Nol, Bubarlah Kita
“Memang ini ada arahan terbaru dari Pak Menteri yang terkait dengan pajak e-commerce, tapi sifat daripada pajak kita itu kan self–assessment ya, artinya memang kalau setiap orang yang sudah mempunyai kemampuan ekonomi tertentu gitu ya, kalau katakanlah UMKM penghasilannya sudah di atas Rp500 juta per tahun, maka dengan sendirinya mereka harus melaporkan SPT atas aktivitas ekonominya yang memang terkena pajak,” ujar Bimo dalam media briefing, dikutip, Selasa, 21 Oktober 2025.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025) pemerintah telah menugaskan platform penyedia marketplace sebagai pemungut pajak.
Setiap transaksi yang dilakukan oleh para pedagang atau merchant dalam negeri di platform digital akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) secara otomatis oleh pihak penyelenggara sistem elektronik.
“Kalau memang di PMK yang sudah kita desain, ini kan terkait dengan penunjukkan platform, platform penyedia marketplace itu untuk memungut pajak dari, apa namanya istilahnya vendor ya, bukan apa namanya? Merchant-merchant yang berpartisipasi di platform,” imbuhnya.
Baca juga: Target Pajak 2025 Masih Jauh, Purbaya Kejar Rp781,6 Triliun
Meski demikian, kata Bimo, pelaksanaan kebijakan tersebut masih ditunda hingga kondisi ekonomi menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pemerintah menilai bahwa kebijakan pajak digital sebaiknya diterapkan ketika pertumbuhan ekonomi nasional sudah mencapai sekitar 6 persen, agar tidak menambah beban bagi pelaku usaha daring, terutama sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Itu yang memang ditunda sampai nanti sesuai dengan arahan Pak Menteri, sampai katakanlah pertumbuhan ekonomi bisa lebih optimistis ke angka 6 persen. Terakhir itu memang arahannya ke kami itu di Februari, tapi kemudian ada arahan baru dari pak menteri untuk menunggu sampai pertumbuhan 6 persen,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More
Poin Penting Menhut Raja Juli Antoni dikritik keras terkait banjir dan longsor di Sumatra, hingga… Read More
Poin Penting Roblox resmi ditunjuk DJP sebagai pemungut PPN PMSE, bersama empat perusahaan digital lainnya.… Read More
Poin Penting PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan kolaborasi lintas sektor (pemerintah, dunia usaha, investor,… Read More
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More